Arab Saudi-Iran di Balik Kisruh Yaman

Senin, 30 Maret 2015 - 10:35 WIB
Arab Saudi-Iran di Balik Kisruh Yaman
Arab Saudi-Iran di Balik Kisruh Yaman
A A A
Kelompok pemberontak Syiah Houthi yang didukung Iran mampu menekan pemerintah Sunni Yaman hingga harus berlindung di belakang perisai Arab Saudi. Kekisruhan di Yaman menjadi ”pertarungan” antara Arab Saudi dan Iran.

Kedua negara sudah memperjelas posisi mereka dalam konflik internal Yaman. Berbicara konflik di Yaman tidak bisa terlepas dari akar permasalahan yang pernah timbul . Yaman merupakan negara yang berpotensi bergejolak. Sebab, fraksi regional mulai terbentuk di jajaran atas ataupun bawah dengan alas utama Syiah dan Sunni.

Pemerintah terpilih sering memalingkan muka dari wilayah Saada yang didominasi Houthi. Isu sosio-ekonomi mengenai distribusi kekayaan juga menjadi penyebab utama timbulnya benih-benih permusuhan. Belum lama ini Houthi berhasil menggulingkan Presiden Abd Rabbuh Mansour Al-Hadi karena tidak puas dengan kebijakannya yang akan memangkas subsidi minyak.

Ketidakstabilan politik di Yaman dilihat Negara Teluk sebagai situasi yang berbahaya. Alasannya, Iran berpotensi memperluas bayangan kekuasaan dan membentuk boneka perwakilan. Sebelumnya kabar Iran dan milisi bayangannya akan mengambil alih Irak dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) membuat Negara Teluk panas.

Dilaporkan Al Jazeera, posisi negaranegara Teluk di Timur Tengah semakin tertekan karena pemeriksaan program nuklir Iran hampir 90% selesai. Iran memiliki potensi kekuatan pertahanan yang dikhawatirkan Negara Teluk akan digunakan untuk menguasai Timur Tengah. Dengan berpijak pada sekte Islam yang berbeda, negara Teluk enggan bertekuk lutut di bawah kaki Iran.

Pergerakan maju milisi Houthi di Yaman mempersempit jumlah pilihan yang bisa dipilih Negara Teluk. Mereka mau tak mau harus mengambil aksi konkret untuk mencegah agar Yaman tidak jatuh ke tangan Houthi. Akhirnya, negara-negara Teluk membentuk koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan melancarkan intervensi militer.

Houthi tidak berdaya karena popularitas mereka juga tidak begitu melambung di wilayah yang mereka kuasai saat ini, yakni Taiz, Sana’a, dan Aden Selatan. Propaganda mereka gagal menembus semua lapisan masyarakat Yaman. Bahkan, kadang disobek. Akibatnya, reaksi masyarakat di wilayah Taiz dan Sana’a bercampur aduk.

Di beberapa kota, tanpa diduga, masyarakat justru memprotes dan melanggar aturan yang ditetapkan Houthi. Sepertinya, Houthi tidak akan mampu mempertahankan ambisi mereka dalam waktu lama. Apalagi, di wilayah selatan Yaman, protes selalu pecah. Mereka tidak mau mengakui Houthi yang datang dari utara.

Melihat kenyataan itu, dominasi Iran di Yaman kemungkinan besar akan berakhir tidak sesuai harapan. Kondisi itu akan memaksa pihak terkait di Yaman untuk membuka pintu solusi diplomatik. Koalisi pimpinan Arab Saudi juga mengatakan hanya akan memberikan bantuan militer sampai situasi di Yaman kembali aman dan terkendali.

Arab Saudi dan sekutunya sadar pencegahan pergerakan Houthi bukan tugas yang mudah. Serangan udara tidaklah cukup untuk memukul mundur Houthi. Meski sudah menyiagakan 150.000 tentara angkatan darat di wilayah perbatasan, Arab Saudi masih memerlukan persiapan yang matang karena medan tempur di Yaman sulit ditaklukkan.

Juru bicara (jubir) koalisi Brigadir Ahmed al-Asiri mengatakan, pihaknya hanya akan menggelar dukungan udara. ”Sampai saat ini tidak ada rencana untuk menurunkan tentara angkatan darat,” kata al-Asiri pekan lalu. Kendati demikian, tentara angkatan darat sudah siap terjun ke medan perang. Arab Saudi telah menurunkan 100 pesawat jet tempur, sedangkan Uni Emirat Arab 30, Kuwait 15, Qatar 10, dan Bahrain 12. Hanya Oman yang tidak mendaftarkan diri mendukung misi Arab Saudi.

Al- Asiri mengatakan, intervensi militer dari koalisi pimpinan Arab Saudi akan terus berlanjut selama masih diperlukan. Koalisi dilaporkan sedang mencoba membombardir kamp resepsi lokasi perekrutan milisi baru yang loyal terhadap Ali Abdullah Saleh, mantan presiden Yaman yang pro-Houthi, di wilayah barat Sana’a.

Beberapa saksi mata juga menerangkan adanya ledakan hebat di pangkalan udara al-Anad dan Tariq. Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Amensti Internasional mengatakan, enam anak meninggal dunia dari total 25 korban dalam serangan udara pertama. Houthi juga menyampaikan, 18 orang tewas akibat bombardir itu.

Ribuan warga memprotes serangan koalisi pimpinan Arab Saudi di Sana’a karena ada warga sipil yang ikut menjadi korban. Kini sebagian besar zona perang dan zona yang berpotensi menjadi medan perang seperti Aden sudah ditinggalkan warga sipil. Banyak toko dan gedung bisnis yang tutup di kota Aden. ”Bank tidak akan dibuka kembali sampai situasi keamanan terjamin. Rumah sakit juga mengajukan donasi darah bagi korban luka-luka,” kata saksi mata, Bashrahil Hisham.

Sementara itu, Gedung Putih mengaku ikut berkoordinasi melalui intelijen untuk mendukung koalisi pimpinan Arab Saudi. Namun, mereka tidak terlibat secara langsung di lapangan. Juru bicara (jubir) Kemlu AS Jeff Rathke mengatakan, AS berpihak pada Arab Saudi. ”Kami memahami keprihatinan Arab Saudi dan mendukung upaya mereka,” katanya.

Pemimpin Houthi Abdel-Malek al- Houthi mengatakan, serangan udara koalisi pimpinan Arab Saudi hanya menimbulkan kebencian. ”Apa yang mereka harapkan dari kami. Menyerah dan bersikap layaknya pengecut? Tentu saja tidak. Itu bukan jalan pikiran orang Yaman. Sebanyak 24 juta orang Yaman akan bersatu melawan balik,” kata al-Houthi.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3489 seconds (0.1#10.140)