Stok Pupuk Bersubsidi Aman

Senin, 30 Maret 2015 - 09:40 WIB
Stok Pupuk Bersubsidi Aman
Stok Pupuk Bersubsidi Aman
A A A
JAKARTA - Stok pupuk bersubsidi secara nasional dalam menghadapi musim tanam bulan April 2015 dipastikan aman. Bahkan, stok yang disiapkan melebihi dari ketentuan peraturan menteri pertanian (permentan).

Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Budi Asikin mengatakan, asumsinya didasarkan pada data pelaksanaan yang telah dihimpun pihaknya sebagai induk dari lima produsen BUMN pupuk. Amannya stok pupuk karena produsen telah mengalokasikan jauh dari permintaan yang diajukan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani di daerah yang mencapai 13,18 juta ton.

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 130/2014 tertanggal 27 November 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, total pupuk bersubsidi yang harus didistribusikan mencapai 9,55 juta ton. Pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari urea (4,1 juta ton), NPK (2,55 juta ton), ZA (1,05 juta ton), organik (1,0 juta ton), dan SP-36 (850.000 ton).

“Masih ada kelebihan yang disiapkan agar pasokan ke petani bisa tetap terjaga. Jadi, tidak usah khawatir akan terjadi kelangkaan,” kata Budi di Jakarta kemarin. Budi menambahkan, sampai Maret 2015 dari 34 provinsi sudah ada 31 gubernur yang mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi dan dari 484 kabupaten, hanya 181 bupati yang sudah menerbitkan peraturan alokasi pupuk di wilayahnya.

Budi menyatakan bahwa isu kelangkaan pupuk yang sering diributkan akhir-akhir ini sebenarnya sudah berulang terjadi pada setiap musim tanam awal tahun. “Persoalannya ternyata masih sama. Petani tidak bisa memperoleh pupuk ketika ingin menanam, padahal pupuknya sering kali ada di kios resmi, distributor, dan gudanggudang produsen baik di lini III (kabupaten) sampai l (pabrik),” kata dia Menurut dia, isu kelangkaan terjadi karena banyak faktor.

Salah satu faktor yang selalu terjadi adalah peraturan gubernur dan bupati yang menjadi dasar alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi datang terlambat. “Pupuknya ada, tapi kami sebagai produsen tidak berani mendistribusikan tanpa ada dasar hukum, peraturan gubernur dan bupati,” ujarnya. Intinya, sebagai produsen, pihaknya baru akan menyalurkan pupuk bersubsidi bila ada perintah dari pemerintah pusat maupun daerah. Sementara, Manager Humas PT Petrokimia Gresik (Petrogres) Yusuf Wibisono mengatakan, petani juga memberi kontribusi dalam isu kelangkaan tersebut.

“Kios resmi tidak melayani pembelian pupuk oleh petani yang tidak masuk RDKK, karena setiap petani harus masuk kebutuhan pupuknya dalam RDKK,” jelasnya. Adanya persyaratan bahwa tiap pembeli harus terdaftar menjadi salah satu upaya untuk menekan penyelewengan pupuk bersubsidi.

Hal lain yang menyebabkan kelangkaan, menurut Yusuf, adalah pemakaian pupuk yang berlebihan oleh petani, sehingga mempercepat jatah alokasi suatu daerah habis. Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerah maupun produsen merekomendasikan pemakaian pupuk dengan komposisi 5:3:2 yaitu 500 kg organik, 300 kg NPK, dan 200 kg urea untuk 1 hektare sawah.

Namun, sebagian besar petani masih menggunakan pupuk di atas rekomendasi tersebut. PIHC telah mempersiapkan sejumlah investasi untuk menambah kapasitas produksi pupuk di anak perusahaannya antara lain, PT Pupuk Kalimantan Timur, Petrogres, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), dan PT Pupuk Kujang Cikampek.

Anton c
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4496 seconds (0.1#10.140)