BBM Naik-Turun, Pengusaha Bingung

Senin, 30 Maret 2015 - 08:55 WIB
BBM Naik-Turun, Pengusaha Bingung
BBM Naik-Turun, Pengusaha Bingung
A A A
JAKARTA - Harga bahan bakar minyak (BBM) yang berubah-ubah dalam waktu dekat memicu kebingungan masyarakat. Kalangan dunia usaha di berbagai daerah bahkan khawatir fluktuasi harga BBM akan mengganggu bisnis mereka.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta berharap pemerintah tidak terlalu cepat mengubah harga BBM karena berdampak terhadap ketidakpastian pengusaha dalam menentukan harga jual produk.

“Kalau BBM terlalu cepat berubah, pengusaha juga bingung menetapkan harga jual produknya di pasaran,” ujar Ketua Kadin DIY Gonang Djuliastono di Yogyakarta kemarin. Dia menuturkan, kenaikan harga BBM berdampak terhadap harga bahan baku dan tarif transportasi sehingga otomatis memengaruhi harga jual produk. Padahal, dengan harga jual yang terus naik, daya saing produk di pasaran juga dipertaruhkan lantaran daya beli masyarakat juga turun.

Sejak Sabtu (28/3) pukul 00.00 WIB, harga BBM jenis premium dan solar naik masing-masing Rp500 per liter. UntukwilayahluarJawa- Madura- Bali, harga premium menjadi Rp7.300 per liter dari sebelumnya Rp6.800/ liter. Solar menjadi Rp6.900 dari sebelumnya Rp6.400/liter.

Sementara untuk wilayah Jawa-Madura-Bali, premium naik menjadi Rp7.400 dari harga sebelumnya Rp6.900 dan solar menjadi Rp6.900 dari sebelumnya Rp6.400 per liter. Tercatat sejak November 2014, harga BBM berubah lima kali (selengkapnya info grafis ). Pengusaha angkutan umum di Cirebon, Jawa Barat juga mengaku bingung dengan fluktuasi harga BBM.

Mereka kesulitan menyesuaikan dengan pergerakan harga BBM yang mengikuti mekanisme pasar lantaran tarif angkutan diatur pemerintah melalui rapat koordinasi. Sekretaris Organisasi Angkutan Darat (Organda) Cirebon Karsono mengungkapkan, pengusaha angkutan umum harus beberapa kali menggelar rapat koordinasi penyesuaian tarif sejak awal 2015 akibat naik-turunnya harga BBM.

“Sudahlah tak perlu rapat-rapat penyesuaian tarif. Lelah. Serahkan saja ke mekanisme pasar, seperti pemerintah memperlakukan harga BBM ke masyarakat,” ungkapnya. Menurutnya, sampai sekarang kalangan pengusaha angkutan umum, khususnya awak armada angkutan, bingung menaikkan tarif.

Dia berharap pemerintah mengevaluasi kebijakannya mengingat fluktuasi harga BBM berdampak pada kelangsungan bisnis angkutan umum. “Dengan kebijakan seperti ini, bisnis angkutan umum yang gulung tikar bisa bertambah,” paparnya.

Berdasarkan pantauan KORAN SINDO di lapangan, sejumlah angkutan kota di Cirebon telah menaikkan tarif seiring kenaikan harga BBM jenis premium. Bahkan, ada pula angkutan umum yang telah memasang pengumuman kenaikan tarif dengan mengatasnamakan Organda.

Tidak Transparan

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai kebijakan kenaikan harga BBM tidak transparan. Karena itu, DPR akan memanggil pemerintah untuk menjelaskan masalah tersebut. “Sebelum reses (Februari) kemarin, kami rapat dengan Kementerian ESDM mengenai mekanisme penetapan harga. Dalam kesimpulan rapat tersebut, pemerintah memutuskan akan menurunkan harga solar. Kenapa sekarang malah dinaikkan?” tuturnya.

Menurut dia, hasil putusan rapat kerja yang ditandatangani Menteri ESDM dan pihak Komisi VII DPR bersifat mengikat dan harus dipatuhi. “Tapi janji hanya sekadar janji, sampai saat ini buktinya tidak pernah ditinjau atau diturunkan, sekarang malah dinaikkan,” ujarnya.

Dia menilai bahwa keputusan untuk menaikkan harga BBM di tengah naiknya harga-harga kebutuhan dan pangan seperti saat ini tidak prorakyat. Mantan kepala BP Migas itu juga mempertanyakan tentang selisih harga premium yang direkomendasikan oleh PT Pertamina (persero), yaitu sekitar Rp8.000 per liter dengan harga yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp7.400 per liter untuk wilayah Jawa, Bali, Madura, danRp7.300 per liter di luar Jawa-Bali.

“Disampaikan di media bahwa harga keekonomian untuk premium Rp8.000, tapi pemerintah menetapkan Rp7.300. Artinya ada selisih, selisih ini siapa yang tanggung?” katanya. Jika selisih harga tersebut ditanggung Pertamina, katanya, itu akan menyalahi aturan perundang-undangan.

Kardaya juga menyayangkan mengapa dalam penetapan harga BBM, pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, tidak berdiskusi dengan DPR. “Kita sudah ingatkan, tapi diingatkan, tidak didengarkan. Konsultasi seharusnya ke DPR ada sesuatu yang tidak transparan,” ujar Kardaya.

Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, penghapusan subsidi BBM secara bertahap telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR. Konsekuensinya, anggaran subsidi dialihkan untuk infrastruktur agar lebih tepat sasaran.

Dia mengatakan, pemerintah dan DPR harus bersinergi melihat kepentingan lebih luas. Sesuai kesepakatan, subsidi BBM dialihkan untuk lebih besar kepentingan masyarakat. “Kita harus melihat lebih luas, SD teraliri listrik, tidak lewat jembatan gantung, bisa merealisasikan tol laut, kompensasi untuk petani,” katanya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, kenaikan harga BBM dilakukan demi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebagian dana yang sebelumnya dialokasikan untuk subsidi BBM, dialihkan untuk pembangunan tersebut. “Indonesia kan mau bikin jalan lebih panjang, sekolah lebih banyak, rumah sakit lebih banyak. Kalau tidak ada uang negara yang cukup, bagaimana bisa membangun jalan, rumah sakit dan sekolah,” katanya.

Kalla sebelumnya mengatakan bahwa kenaikan harga BBM sebesar Rp500 per liter mulai Sabtu (28/3), disebabkan nilai rupiah yang melemah. “Kita tahu rupiah sekarang masih Rp13.000 lebih per dolar AS, minyak juga naik lagi,” ujar Wapres. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, premium tidak lagi menjadi barang subsidi.

Penetapannya dibagi menjadi dua, yakni oleh pemerintah untuk premium penugasan di luar Jawa-Bali, dan Pertamina untuk premium umum di Jawa-Bali. Adapun solar dan minyak tanah tetap barang subsidi yang harganya ditetapkan pemerintah.

Nanang wijayanto/ Erika lia/Dila nashear/ant
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7120 seconds (0.1#10.140)