Nasib Petani Gurem

Senin, 30 Maret 2015 - 08:50 WIB
Nasib Petani Gurem
Nasib Petani Gurem
A A A
Salah satu jenis petani di Indonesia adalah petani gurem. Menurut BPS, petani gurem adalah petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang dari 0,5 ha.

Pada 2013, jumlah rumah tangga petani gurem di Indonesia adalah 14.250.000 rumah tangga atau 55,53 % dari total rumah tangga petani di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Oleh karena itu, petani gurem memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan pertanian Indonesia.

Akan tetapi, petani gurem belum dapat diandalkan secara penuh dalam memenuhi kebutuhan karena risiko yang mereka hadapi. Risiko ini memengaruhi perilaku petani untuk memutuskan apakah akan meningkatkan produktivitas atau tidak. Risiko terbesar adalah kegagalan panen karena iklim yang buruk.

Sebagai hasil dari kegagalan ini, petani rugi karena penanaman modal awal tidak dapat dibayar dan keluarga mereka menderita. Jadi, banyak petani yang meninggalkan ladangnya atau tetap bertani dengan hasil yang minimal. Berdasarkan data BPS per Desember 2013, jumlah rumah tangga petani gurem pada 2013 turun sebanyak 25,07 % sejak tahun 2003.

Hal ini disebabkan banyak petani menjual atau menyewakan lahan mereka untuk dialihfungsikan atau petani gurem beralih profesi. Kondisi petani gurem dipengaruhi oleh rentenir modal dan tengkulak. Rentenir biasanya memberikan pinjaman dengan bunga modal yang cukup besar. Selain itu, tengkulak menjadi momok bagi petani karena mereka sering merugikan petani.

Petani gurem menghadapi risiko dari berbagai sumber. Hal ini membuat petani gurem seperti terikat dan tidak mampu mengembangkan hasil pertaniannya karena terbatasnya modal, tingginya bunga yang dibayarkan untuk pinjaman, risiko gagal bayar, dan perilaku tengkulak.

Alhasil, secara makro, hal ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan produksi pertanian, orang-orang banyak yang tidak mau berusaha di pertanian, sehingga terjadi kondisi seperti saat ini di mana impor tanaman pangan di Indonesia cukup tinggi. Kondisi ini terjadi karena minimnya intervensi pemerintah dalam bidang pertanian.

Hal ini sejalan dengan kondisi yang penulis dapatkan dari kuliah ekonomi pertanian yang menyatakan bahwa pemerintahan sebelumnya tidak berhasil menjalankan rencana program bidang pertanian yang sudah disusun. Jika pemerintah terus membiarkan kondisi ini, rencana agar Indonesia mencapai kemandirian pangan akan gagal.

Selain itu, kondisi ini sangat merugikan petani gurem karena berproduksi dengan ketidakpastian yang besar, tetapi mendapat keuntungan yang kecil dari tengkulak. Masalah alih fungsi lahan juga terus terjadi jika petani gurem tidak memiliki keahlian lain akan menyulitkan perekonomian mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi dalam masalah ini.

Lukas Bonar Nainggolan
Mahasiswi Jurusan Ilmu EkonomiUniversitas Indonesia
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3574 seconds (0.1#10.140)