Menekan Kemacetan, Mendongkrak Pemasukan

Minggu, 29 Maret 2015 - 10:04 WIB
Menekan Kemacetan, Mendongkrak Pemasukan
Menekan Kemacetan, Mendongkrak Pemasukan
A A A
Pengoperasian mesin pembayaran parkir elektronik atau parking meter di Jalan H Agus Salim (Jalan Sabang), Jakarta Pusat, sejak akhir tahun lalu diharapkan menjadi contoh ideal pembenahan pengelolaan parkir di Ibu Kota. Bagaimana efektivitasnya hingga kini?

Banyaknya badan jalan yang digunakan sebagai lahan parkir kendaraan bermotor merupakan salah satu faktor ”penyumbang” parahnya kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) menyebutkan, pada 2014 lalu, kecepatan rata-rata kendaraan yang berlalu lintas di Ibu Kota maksimal hanya 5 kilometer per jam. Di sisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi DKI Jakarta dari parkir on streetselama ini masih relatif minim. Tingginya ”kebocoran” setoran dana parkir, penyalahgunaan area parkir di luar ketentuan, dan maraknya parkir liar diduga menjadi faktor penyebab utama.

”Banyak oknum yang bermain di balik bisnis parkir. Praktik setoran ala preman harus dibasmi dan ditertibkan,” ujar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Untuk memecahkan persoalan ini, sejak akhir 2014 lalu Pemprov DKI melakukan terobosan yakni memberlakukan sistem pembayaran parkir elektronik dengan mesin parking meterdi Jalan Sabang. Jalan Sabang menjadi pilot project atau percontohan menjelang penerapan sistem yang sama di berbagai ruas jalan lain di Ibu Kota.

Saat ini, terminal parkir elektronik (TPE) atau parking meter ini juga sudah dioperasikan di Jalan Boulevard Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta menargetkan ratusan parking meter sudah beroperasi di berbagai ruas jalan dalam dua tahun ke depan. Sisteminisebenarnya telahdigunakandisejumlah kota metropolitan di dunia. Bahkan Kota Bandung di Jawa Barat sudah menggunakannya sejak akhir 2013 untuk Jalan Braga.

Pemprov DKI menyerahkan manajemen operasional dan kontrol parking meter kepada PT Mata Biru, perusahaan swasta yang memenangi tender dalam investasi pengadaan alat dan sistem. Sistemnya adalah bagi hasil keuntungan. Awalnya, pembayaran parkir elektronik di Jalan Sabang menggunakan koin. Setelah melakukan evaluasi dalam masa ujicoba, operator akhirnya memutuskan menerapkan sistem pembayaran non tunai dengan uang elektronik dari sejumlah bank.

Pemilik kendaraan yang parkir di Jalan Sabang cukup mengetikkan nomor polisi kendaraannya di mesin ini, jenis kendaraan, lama parkir, kemudian menempelkan (tap) kartu uang elektroniknya di parking meter. Setiap kendaraan dikenakan tarif progresif yang dihitung per jam. Untuk sepeda motor Rp2.000 per jam dan mobil Rp5.000 per jam.

Kelipatan yang sama berlaku untuk jam-jam berikutnya. Setelah saldo terpotong, karcis akan keluar dari mesin. Di karcis tertera waktu kendaraan harus keluar dari area parkir. Di awal uji coba penggunaan sistem pembayaran non tunai, tarif sempat diberlakukan flatatau untuk sekali parkir, tak bergantung waktunya. Namun mengingat potensi pendapatan yang hilang karena banyak kendaraan yang parkir cukup lama, penghitungan pun diubah menjadi per jam.

Setelah masa ujicoba selama beberapa bulan, Gubernur Ahok akhirnya meresmikan sistem pembayaran parkir elektronik di Jalan Sabang pada 29 Januari 2015. Saat itu dia didampingi beberapa pimpinan bank yang produk kartu uang elektroniknya dapat digunakan di parking meter.

”Sistem ini mampu meningkatkan pemasukan daerah dari retribusi parkir secara signifikan. Kalau diterapkan di lokasi lain hasilnya tentu bisa lebih tinggi lagi,” ujar Ahok. Pendapatan Pemprov DKI Jakarta memang melonjak drastis. Sebelum penggunaan parking meter, pemasukan dari retribusi parkir di Jalan Sabang ratarata hanya Rp500.000 per hari. Saat ini rata-rata menjadi Rp10 juta per hari.

Pemprov DKI mengklaim, selain mendongkrak pemasukan daerah, pengoperasian parking meter membuat tingkat kemacetan di Jalan Sabang relatif menurun. Namun, persoalan belum tuntas sepenuhnya. Ada saja oknum yang melakukan berbagai penyiasatan untuk meraup keuntungan pribadi dari bisnis perparkiran.

Berdasarkan pengamatan KORAN SINDO, tidak semua pengguna kendaraan yang parkir di Jalan Sabang diwajibkan melakukan pembayaran non tunai di parking meter. Juru parkir baik yang berseragam resmi maupun yang tidak berseragam ada saja yang mengarahkan pengguna kendaraan agar membayar tunai langsung kepada mereka tanpa karcis. Ada pula pengguna kendaraan yang hanya diminta membayar non tunai untuk parkir satu jam. Pembayaran untuk parkir jam-jam berikutnya dilakukan secara tunai kepada juru parkir.

”Soalnya saya tidak punya kartu uang elektronik. Karena terburu-buru, saya bayar saja Rp2.000 seperti yang diminta,” kata Aziz, 36, seorang pengendara yang parkir di Jalan Sabang. Fenomena lain, kendati sudah ada area untuk saturan ruang parkir (SRP), masih saja ada kendaraan yang diparkir di trotoar sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Seorang petugas parkir yang meminta namanya tidak ditulis mengaku melanggar ketentuan pelayanan parkir karena penghasilannya merosot sejak parking meter diberlakukan.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit menegaskan, petugas parkir resmi yang melanggar ketentuan dalam pelayanan parkir akan mendapat sanksi tegas dari operator. ”Laporkan kepada kami. Petugas itu akan ditindak,” kata Benjamin. Dia juga mengaku, pihaknya tak jarang harus berhadapan dengan preman dalam pengelolaan parkir tepi jalan.

”Banyak penguasanya. Tantangan ini yang perlu kami hadapi untuk diberantas,” ujar Benjamin Bukit. Dia berharap dukungan dari banyak pihak. CEO PT Mata Biru, M Wahyu B Ramadhan, mengaku telah menerbitkan lima surat peringatan dan dua surat pemecatan kepada juru parkir. ”Kami tentu konsisten menjalankan sistem ini karena itu bagian dari bisnis. Termasuk petugas yang bekerja tidak sesuai ketentuan,” ujar Wahyu.

Menurut pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto, kebocoran retribusi parkir belum sepenuhnya dapat diatasi karena penerapan di lapangan yang tiudak memenuhi ketentuan. ”Sistemnya bagus. Tapi pengawasan harus lebih ketat. Keamanan dan kesejahteraan petugas parkir pun harus lebih terjamin,” katanya. Leksmono juga berharap Pemprov DKI Jakarta lebih gencar menyosialisasikan keunggulan serta sistem sistem parking meter ini.

”Apalagi yang parkir kan banyak juga pengunjung dari luar daerah,” katanya. Untuk lebih menekan peluang kebocoran, lanjut dia, idealnya titik parkir on street dikurangi. Hal ini perlahan tapi pasti juga akan menekan tingkat kemacetan. ”Yang perlu dikembangkan dan dimajukan justru parkir off street,” tegasnya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyempurnakan sistem dalam pengelolaan parkir.

”Agar uang retribusi parkir yang diterima dari masyarakat dapat sepenuhnya disetorkan ke kas daerah dan bisa dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.

Ilham safutra
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3620 seconds (0.1#10.140)