Rumah Makna (Bagian I)

Minggu, 29 Maret 2015 - 09:55 WIB
Rumah Makna (Bagian I)
Rumah Makna (Bagian I)
A A A
Kebudayaan, ketika dibaca oleh manusia atau kita sebagai pelaku pemberi makna (baca: the signifying actor ), harus disadari melalui empat tahap membacanya agar paham artinya.

Tahap pertama, kita baca dari sumber dan oasenya. Tahap ini mengajak mata baca kita dengan kesadaran dari bahasa logis ke tulis serta semiotis (tanda). Tahap pertama ini kebudayaan diungkap dalam kamus yang menuliskannya dan mewacanakan realitas dunia di mana manusia hidup dan merajutnya.

Untuk memahami bahasa kebudayaan di sini, orang harus masuk dari dalam dan hidup di dalamnya termasuk mengenali makna dan simbol-simbolnya agar bisa membaca hati kebudayaan dalam tahap bahasa ini. Inilah rumah makna dalam bahasa kamus, simbol-simbol dan tanda-tanda makna yang kita kenal sebagai semiotika. Yang kedua, kebudayaan oleh masyarakat pendukungnya ditradisikan melalui peribahasa, pepatah, pantun, gurindam.

Maka, membacanya pada tahap ini adalah menangkap makna dan memahaminya dalam tradisi dongeng kebijaksanaan hidup yang dibahasakan dalam mitos, ritual, upacaraupacara tahap-tahap penting kehidupan (rites of life passages ), ingatan kolektif dalam saga kisah-kisah pelajaran kehidupan. Ia termuat pula dalam adat kebiasaan dan bahasa tanda serta salam uluk sambut penghormatan.

Tahap baca ini membutuhkan pemahaman dan pengenalan yang tidak hanya rasional tetapi intuitif untuk masuk memahami epistemnya (local knowledge ) alias rumah maknanya. Ketika kebudayaan mulai dilembagakan karena manusia adalah makhluk yang berbudi, yang membuat sistem sebagai penataan apa yang diolahnya (baca: sistem adalah a rational ordering of something ) maka pengertian struktur menjadi tempat makna sistemik kebudayaan.

Artinya, kebudayaan tahap ini dibaca sebagai pemantapan maknanya dalam sistem kemasyarakatan yang memuat (memaktub) pengaturan hidup bersama agar rukun dan saling menghormati, tolong menolong untuk terus melangsungkan kehidupan. Di sini makna mempunyai rumah berjenjang bertahap-tahapan dari sesuatu yang organik menjadi sesuatu yang organisasi. Inilah langkah ketiga dalam membaca kebudayaan dalam rumah maknanya.

Yang keempat , tahapan yang menarikan kebudayaan dalam seni tari, menyanyikan kehidupan dalam musik. Lihatlah gerak-gerak daya hidup ditarikan dalam rancak dengan gendang. Lihatlah hembus angin, air mengalir ditarikan dalam irama gerak tubuh yang bersyukur, yang memuji deras hujan sebagai berkah dari langit ke bumi.

Namun, amati pula gelegar gendang, teriak lengking yang kagum sekaligus gentar karena merasakan berkah subur tanah vulkanik Nusantara, namun sekaligus harus menghormati letusan gelegar magmanya! Kebudayaan di tahapan ini harus dibacakan pula dalam torehan di gua-gua rumah alami ditemboktemboknya yang maknanya terus menerus harus dibaca lagi dan lagi untuk menemukan makna peristiwa syukurkah?

Atau kisah perburuan dan pergulatan demi kelangsungan hidup? Ketika aksara dicipta dan terus menerus secara kreatif menjadi tulisan, dan tulisan menjadi tulisan sastrawi, kita disadarkan ada perjalanan dari menaruh kisah tuturan dalam kelisanan menuju pengisahan dalam tulisan. Lalu, dirumuskanlah kisah pahlawan dan citacita hidup baik, selaras alam bumi dan selaras langit dalam etos laku sujud ke langit sekaligus laku hidup selaras semesta bumi bersama penghuni-penghuninya.

Di sini, bacaan kebudayaan membutuhkan proses membangun rumah makna dengan batu penjuru nilai (baca: sebagai yang berharga dan bermakna dalam hidup ini). Pembacaan butuh mata baca intuisi religius etis terhadap tingkah laku harmonis kosmis (dalam semesta) dan tindakantindakan yang dipilih untuk dihayati oleh komunitas. Dibutuhkan pula pemahaman estetis religius dalam proses membaca dengan intuisi keindahan dan yang suci dari kehidupan.

Yang terakhir, kita membaca kebudayaan sebagai acuan citacita dan oase dari sapa yang dipandang berharga. Kebudayaan pada tahap ini mesti dibaca dari norma, aturan tingkah laku, pantangan, pemali serta tabu yang mengatur hubungan bersama anggotaanggota komunitas namun juga ritual kelahiran, kematangan, perkawinan dan kematian. Dari semesta makna yang berumah di alam semesta, menuju semesta gua, semesta bumi.

Dalam bumi yang bertanah sekaligus dirajut direkatkan dan dihubungkan oleh semesta air maka makna hidup sekaligus berumah di semesta air dan semestabumi. Sebuahkepulauan Nusantara semayam makna kepulauan di mana bentang samudra air menaruh pulau-pulau di keluasan rahim samudra.

Mudji Sutrisno S.J
Guru Besar STF Driyarkara, Dosen Pascasarjana UI, Budayawan
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3255 seconds (0.1#10.140)