12 Negara Ikuti Training Internasional Hak Anak

Kamis, 26 Maret 2015 - 18:08 WIB
12 Negara Ikuti Training Internasional Hak Anak
12 Negara Ikuti Training Internasional Hak Anak
A A A
SOLO - Sebanyak 12 negara ambil bagian dalam international training hak-hak anak dalam pendidikan di lingkungan kelas yang digelar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Lund University Swedia.

Program yang berlangsung sejak 22 Maret hingga 2 April mendatang merupakan ajang sharing mengenai kondisi pendidikan di negara masing-masing. Sebanyak 82 peserta yang terlibat berasal dari Indonesia, Swedia, Etiopia, Malawi, Namibia, Vietnam, Zambia, Kamboja, Cina, Afrika Selatan, Tanzania, dan Mesir.

“Sejak 1959 hakhak anak telah dijamin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sudah diratifikasi termasuk Indonesia ikut di dalamnya,” kata Head of Public Relation Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Anam Sutopo kemarin. Namun, di negara berkembang seperti Indonesia dan negara lainnya di Afrika, kekerasan terhadap anak masih saja dijumpai.

Ini menunjukkan konsep yang dikembangkan di kelas dan sekolah sebagai tempat yang ramah anak belum maksimal. Padahal, Indonesia memiliki lembaga yang berkonsentrasi terhadap anak seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

“Kalau saat ini hukuman fisik terhadap anak hampir sudah tidak ada. Namun, hukuman mental masih banyak,” ujar Anam, yang juga Humas The Participant of International Training; Child Right, Classroom and School Management. Contoh nyata dan sederhana adalah ketika ada anak yang tidak bisa mengerjakan soal pelajaran dikatakan bodoh. Padahal tindakan tersebut sangat mempengaruhi perkembangan mental anak.

Karena itu, perlu dirumuskan mengenai sekolah dan pembelajaran yang ramah bagi anak. Dengan demikian, anak betul-betul bisa menjadi sangat nyaman. Ada tiga hal yang menjadi perhatian untuk menciptakan hal tersebut. Pertama , provisi yang menyangkut hak dasar anak yakni kesehatan. Kedua, proteksi yang di dalamnya memuat tentang aturan melindungi anak.

Ketiga, partisipasi di mana anak dilibatkan dalam konteks pembelajaran dan bukan sekadar obyek penerima. “Dalam hal ini guru jangan sekadar memberi apa yang dimiliki, melainkan yang dibutuhkan anak seperti apa,” ucapnya. Ketua panitia penyelenggara Siti Zuhriah Ariyatmi mengatakan program tersebut digelar untuk meningkatkan kapasitas negara-negara peserta dalam memberikan dan menjamin hak setiap orang atas pendidikan yang relevan dan berkualitas.

“Training kami selenggarakan dalam lima fase. Fase pertama adalah persiapan di negara masing-masing peserta yang meliputi kegiatan observasi, identifikasi potensi, pembuatan analisis SWOT dan formulasi embrio project,” kata Siti Zuhriah Ariyatmi. Manfaat yang diperoleh dalam training antara lain peserta akan memahami permasalahan hak anak di negara masing-masing. Mereka juga bisa belajar dari pengalaman implementasi konvensi hak anak di masing-masing negara peserta.

Ary wahyu wibowo
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4977 seconds (0.1#10.140)