Pelemahan Rupiah Ancam Pertumbuhan

Kamis, 05 Maret 2015 - 10:54 WIB
Pelemahan Rupiah Ancam Pertumbuhan
Pelemahan Rupiah Ancam Pertumbuhan
A A A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diyakini bakal menekan pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Jika rupiah terus melemah, pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi hanya sekitar 5,1%. ”Ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak akan jauh berbeda dari realisasi pertumbuhan tahun lalu. Tekanan dari faktorfaktor itu sudah terjadi sejak awal tahun ini,” ujar ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto di Jakarta kemarin.

Menurut Eko, tekanan pertama adalah melemahnya nilai tukar rupiah yang belakangan ini merosot hampir mencapai Rp13.000 per dolar AS. Tekanan lainnya adalah terus turunnya kinerja ekspor dari bulan ke bulan. Tercatat, pada Januari 2015 nilai ekspor turun 9,03% dibandingkan Desember 2014 menjadi USD13,3 miliar. Melemahnya ekspor yang diikuti oleh turunnya impor menunjukkan bahwa output ekonomi lebih sedikit.

Selain itu, defisit neraca perdagangan yang diikuti dengan kecilnya transaksi turut menekan pertumbuhan. ”Awal tahun saja rupiah sudah melemah, ekspor juga. Kalau terus berlanjut, tidak ada insentif (bagi pertumbuhan ekonomi),” kata Eko. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta kemarin sore bergerak melemah sebesar 20 poin menjadi Rp12.982 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp12.962 per dolar AS.

Menurut dia, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah sebesar 5,7% sulit terealisasi apabila rupiah masih berada di kisaran Rp12.900 hingga Rp13.000. Untuk mencapai target pertumbuhan itu, pemerintah harus berusaha agar rupiah bisa kembali ke level Rp12.500. ”Tapi kalau sekarangkan sudah hampir Rp13.000, itu agak susah,” ujarnya.

Dia berasumsi, apabila kondisi makroekonomi Indonesia membaik serta suku bunga lebih kompetitif, pertumbuhan ekonomi dapat membaik. Untuk mencapai pertumbuhan sebesar 5,1% saja pemerintah harus mengoptimalkan ruang fiskal atau meningkatkan belanja modal signifikan. ”Tapi itu juga butuh waktu,” cetusnya. Namun, imbuh dia, ke depan masih ada persoalan baru, yakni kewajiban pembayaran bunga utang luar negeri pada kuartal III atau IV yang bisa kembali menekan rupiah.

Di sisi lain, pemulihan perekonomian global diperkirakan masih berlangsung, tapi tidak merata. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula. Sebaliknya, ekonomi Jepang dan China diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Pemulihan ekonomi Eropa juga diperkirakan masih berjalan lambat seiring dengan turunnya tingkat keyakinan konsumen dan ancaman deflasi.

Pengamat ekonomi Paul Sutaryono khawatir pelemahan kurs rupiah dapat mendorong kenaikan harga barang. Karena itu, bisa jadi deflasi yang terjadi di dua bulan pertama akan kehilangan pendukungnya dan langsung berganti inflasi. ”Dampak pelemahan rupiah adalah kenaikan harga barang. Khususnya yang menggunakan bahan baku impor dan ini bisa memicu inflasi baik nasional maupun daerah,” katanya.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah akhirakhir ini lebih karena faktor eksternal dan kemungkinan permintaan terhadap dolar yang meningkat. Karena itu, pelemahan nilai tukar menurutnya bukan hanya dialami rupiah saja. ”Semua mata uang di dunia melemah terhadap dolar,” kata Sofyan Djalil di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin.

Sofyan menyebut kondisi makroekonomi saat ini masih baik, terlihat dari penurunan inflasi, arus masuk modal asing yang masih positif, dan imbal hasil surat utang negara turun. ”Apa pun indikatornya, cukup baik, kemudian pengelolaan ekonomi kita jauh lebih baik, fiskal kita jauh lebih sehat karena tidak tersandera lagi oleh harga minyak,” ujarnya.

Menurut dia, kurs rupiah yangmelemahakhir-akhirinikemungkinan karena banyak pihak yang membutuhkan dolar untuk membayar bunga utang, dividen, utang, dan sebagainya. ”Jadi karena faktor penawaran dan permintaan saja,” sebutnya.

Kunthi fahmar sandy/hafid fuad/ ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5271 seconds (0.1#10.140)