Ideologi Lemah Picu Konflik Internal Parpol

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:19 WIB
Ideologi Lemah Picu Konflik Internal Parpol
Ideologi Lemah Picu Konflik Internal Parpol
A A A
JAKARTA - Partai politik (parpol) di Indonesia pascareformasi hanya tumbuh secara kuantitas, tetapi tidak dibarengi dengan penguatan ideologi.

Karena tak memiliki basis ideologi, parpol akhirnya hanya menjadi ladang permainan elite dan tidak punya ikatan ideologis dengan konstituen pendukungnya. ”Karena tak diikat ideologi, ikatannya menjadi kekeluargaan atau kekerabatan. Makanya ada istilah politik besan,” ujar pengamat politik Salim Said pada sebuah diskusi di Jakarta kemarin. Nihilnya garis ideologi parpol ini juga rentan menimbulkan konflik internal seperti terjadi pada beberapa partai besar di Indonesia.

Karena tidak memiliki ideologi yang kuat, pilihan konstituen akhirnya hanya didasarkan pada figur parpol dan uang sehingga politik menjadi sangat transaksional. Akibat tidak adanya garis ideologi yang jelas ini juga membuat parpol dengan parpol lainnya menjadi sulit dibedakan, selain pada identitas fisik, termasuk siapa ketua umumnya.

”Di Amerika yang tingkat demokrasinya tinggi, Partai Demokrat dan Republik bisa dibedakan. Dari sekian banyak partai di Indonesia, perbedaannya hanya pada ketua umum dan jaket almamaternya saja,” kata Salim. Dia justru melihat aliran ideologi partai sangat jelas di era Orde Baru, misalnya ada partai nasionalis Islam, nasionalis sekuler, dan komunis.

Memang politik aliran itu pada perkembangannya telah memecah belah masyarakat karena ikatan ideologi partai yang sangat kuat. Saat itu pemerintahan Presiden Soeharto kemudian mengambil langkah represif untuk memandulkan aliranpolitikpartai, salahsatunya dengan merampingkan parpol peserta pemilu. Namun Salim yakin politik di Indonesia masih memiliki harapan untuk menjadikan ideologi sebagai identitas.

”Perkembangan peradaban pada akhirnya yang akan mengubah perpolitikan Indonesia menjadi lebih baik,” ujarnya. Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto mengatakan, pascareformasi terhitung empat kali Indonesia menyelenggarakan pemilu (1999-2014). Parpol juga bergantian melakukan kongres. Seharusnya, menurut Nico, itu cukup sebagai proses pendewasaan parpol.

”Namun, kenyataannya, wajah-wajah 1999 masih mewarnai parpol kita. Mana mungkin pembaharuan dilakukan orang lama. Perubahan terjadi kalau ada regenerasi, ” ujarnya pada diskusi yang sama.

Khoirul muzakki
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3669 seconds (0.1#10.140)