Berani Ganjil

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:09 WIB
Berani Ganjil
Berani Ganjil
A A A
Seminggu ini saya nonton dua film yang begitu mendalam mengganggu dan memengaruhi otak saya.

Keduanya kebetulan menyabet Oscar yang digelar awal minggu ini. Film pertama adalah The Imitation Game dan kedua Whiplash . Dua film ini setali tiga uang, keduanya bercerita hal yang sama, yaitu sosok yang ganjil: sosok yang terkucil dari masyarakat lingkungannya karena keganjilannya.

Yang pertama adalah Alan Turing (diperankan Bennedict Cumberbatch), the father of computer science and artificial intelligence, yang sepanjang hidupnya kesepian karena terbuang, tidak mendapatkan penerimaan dari lingkungannya (bahkan negaranya) karena kenyelenehannya.

Sementara yang kedua adalah Dr Terence Fletcher (diperankan JK Simmon), pengajar di sekolah musik Shaffer yang sangat “sadis” dalam menggembleng talenta-talenta yang menjadi anak didiknya. Sama dengan Turing, Dr Fletcher dihujat oleh lingkungannya karena pendekatan pengajarannya yang tak masuk akal. Nasib tragis menimpanya karena ia kemudian dipecat dengan tidak hormat oleh almamaternya.

Melawan Arus

Ada satu hal yang membuat saya begitu mengagumi dua sosok ini, yaitu mereka berani ganjil. Mereka berani beda, berani mengambil jalur sepi, mereka berani melawan arus dengan risiko yang tak main-main. Risikonya terpinggirkan, dicemooh, dihujat, dikucilkan, dan dianggap gila.

Yang saya salut, keganjilan mereka bukan asal ganjil. Keganjilan mereka dilandasi sebuah prinsip superkokoh, didasari sebuah keyakinan yang sangat dalam akarnya dan ditopang oleh kepercayaan diri yang luar biasa. Demi sesuatu yang diyakininya, mereka berani ganjil. Keganjilan Dr Fletcher misalnya dilandasi keyakinan bahwa hanya dengan gaya mendidik superkeras, bahkan brutal, seorang anak didik mampu di-stretch kemampuannya ke suatu tingkat yang tak terbayangkan bakal terwujud.

Hanya dengan cara begitu si anak didik keluar dari zona nyaman dan menggapai capaian yang extra-ordinary. Ia adalah sosok hyperdemanding yang menuntut anak didiknya mencapai kesempurnaan. Inilah kata-kata Dr Fletcher yang sangat saya suka: “There are no two words in the English language more harmful than good job .” Baginya, mengatakan “kamu sudah cukup baik” kepada anak didik adalah racun yang membunuh potensi dan kemampuan luar biasa si anak didik.

Sementara keganjilan Turing dilandasi kepercayaan diri yang luar biasa, kepercayaan diri seorang genius. Sejak awal Turing sadar bahwa ia adalah satu-satunya “orang terpilih” yang mampu memecahkan kode rahasia Nazi. Kepercayaan diri yang bersimbiosis dengan kejeniusan otak dan kerja superkeras ini rupanya menghasilkan sebuah penemuan besar (alat yang sekarang kita kenal sebagai “komputer”) yang kemudian mengubah sejarah dan peradaban umat manusia. Turing adalah sosok yang hadir mendahului zamannya. Itu sebabnya ia dianggap “alien “ yang datang dari planet antah-berantah.

Melampaui Zaman

Turing dan Dr Fletcher tak sendirian. Sosok seperti Copernicus, Charles Darwin, Rembrandt, Amadeus Mozart, Thomas Edison, Wright bersaudara, Sigmund Freud, atau Albert Einstein adalah sosok-sosok yang berani tampil ganjil demi prinsip- prinsip kebenaran yang mereka yakini.

Mereka adalah sosok yang tidak bisa dimengerti oleh zamannya karena pemikiran-pemikirannya yang melambung jauh ke depan. Dengan persistensi dan keteguhan luar biasa mereka memegang prinsip yang mereka yakini tanpa peduli apa kata masyarakat lingkungannya. Mereka adalah sosok yang berani keluar dari mainstream . Copernicus berpikir ganjil dengan mengatakan bahwa Mataharilah pusat tata surya, bukan Bumi seperti diyakini semua orang pada masa itu.

Charles Darwin berpikir ganjil dengan melahirkan teori evolusi yang bertolak belakang dengan prinsip gereja dan paradigma keilmuan yang umum diterima saat itu. Wright bersaudara berpikir ganjil dengan memecahkan mitos bahwa manusia bisa terbang layaknya burung. Pikiran ganjil ini pula yang membuka jalan terciptanya pesawat terbang yang mampu membawa kita melintasi Atlantik dalam ukuran jam.

Tak gampang menjadi orang yang berani ganjil. By default kita adalah makhluk konformis yang cenderung “mencari aman” dengan patuh pada prinsip, tatanan, dan standar yang berlaku umum dan telah mapan sebelumnya. Kita cenderung menghindari kemungkinan-kemungkinan baru karena hal itu akan memicu ketidakmenentuan, chaos, dan mengancam kenyamanan. Tapi, ingat, peradaban akan menggeliat hanya jika ada sosok ganjil yang berpikir berbeda.

Kemajuan umat manusia akan terwujud jika ada sosok macam Darwin, Einstein, atau Turing yang selalu mencurigai dan mempertanyakan kemapanan. Ada satu kalimat yang menginspirasi saya, diucapkan oleh Joan Clarke (tunangan Alan Turing yang akhirnya tak jadi menikah) kepada Turing, saat si genius berada di puncak keputusasaan karena merasa terasing dari lingkungannya. “No one normal could have done that... The world is an infinitely better place precisely because you weren’t .” Intinya Joan bilang kepada Turing: “Semua penemuan hebat ini terwujud karena kamu tidak normal, karena kamu ganjil.

Dunia menjadi tempat yang lebih baik berkat terhindar dari kecamuk perang karena kamu tidak normal, karena kamu ganjil.” Saya menulis kolom ini dengan satu pesan moral: janganlah takut ganjil karena bisa jadi keganjilan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. “Be weird ... and change the world! “

Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4649 seconds (0.1#10.140)