Pertumbuhan AS Direvisi dari 2,6% Menjadi 2,2%

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:05 WIB
Pertumbuhan AS Direvisi dari 2,6% Menjadi 2,2%
Pertumbuhan AS Direvisi dari 2,6% Menjadi 2,2%
A A A
WASHINGTON - Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melemah pada akhir tahun lalu lebih jelas terlihat dibandingkan proyeksi sebelumnya.

”Ekonomi AS tumbuh 2,2% antara Oktober dan Desember pada level tahunan, dibandingkan proyeksi sebelumnya 2,6%,” ungkap laporan Departemen Perdagangan AS, dikutip BBC . Revisi ini akibat terus melemahnya pertumbuhan dalam investasi persediaan bisnis dibandingkan proyeksi sebelumnya. Ekonomi tumbuh pada level tahunan 5% pada kuartal sebelumnya.

Penurunan pertumbuhan dari kuartal III/2014 itu disebabkan peningkatan impor dan penurunan belanja pemerintah. Proyeksi kedua pertumbuhan AS itu berdasarkan sumber data ekonomi yang lebih lengkap. Para investor awalnya menggunakan data revisi, dengan indeks Dow Jones tidak berubah di saat pembukaan, tapi indeks melemah pada perdagangan siang hingga ditutup turun 0,5% pada 18.133.

”Alasan kurangnya kekhawatiran ialah penurunan jumlahnya masih lebih kecil dibandingkan proyeksi peningkatan persediaan sebelumnya, dengan mempertimbangkan akibat dari pemogokan kerja di pelabuhan,” kata Kepala Ekonom Markit, Chris Williamson. Para ekonom sangat optimistis dengan kondisi ekonomi AS secara umum, meskipun terjadi penurunan pada kuartal IV/2014.

Belanja konsumen yang mencakup sekitar 70% pertumbuhan ekonomi masih kuat. Hal ini dikarenakan penurunan harga minyak sehingga konsumen memiliki kelebihan dana untuk dibelanjakan barang lainnya. Tingkat pengangguran turun dan inflasi negatif. Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga memiliki sedikit pilihan selain mempertahankan suku bunga mendekati nol untuk sementara waktu.

Awal pekan ini Chairperson The Fed Janet Yellon menjelaskan, ekonomi AS membaik dan pasar tenaga kerja masih rentan. Dalam pidato keduanya di Kongres, dia menjelaskan, masih ada derajat fleksibilitas yang bagus untuk mempertimbangkan kapan suku bunga dapat dinaikkan. Sebagian besar analis memperkirakan suku bunga akan dinaikkan pada musim panas atau musim gugur.

Presiden The Fed New York William Dudley berpendapat menunda menaikkan suku bunga akan lebih aman dibandingkan bertindak terlalu dini. Dia mendukung laporan riset yang menjelaskan bahwa ekonomi AS dapat menguat lebih cepat di level pertumbuhan yang tinggi. Laporan riset oleh empat ekonom ternama asal AS itu disajikan pada Jumat (27/2) di forum para bankir bank sentral di New York.

Menurut hasil riset tersebut, The Fed lebih baik mempertahankan suku bunga rendah dalam waktu lebih lama dan kemudian memperketat kebijakan moneter secara lebih agresif. Dudley memperingatkan agar tidak terlalu khawatir dengan kebijakan moneter yang lebih ketat. ”Risiko menaikkan suku bunga lebih awal itu lebih tinggi dibandingkan risiko menaikkan suku bunga lebih terlambat. Ini pendekatan yang lebih mengejutkan pada kebijakan,” ungkapnya.

The Fed menjadi sorotan global saat banyak pihak memperkirakan kapan bank sentral AS menaikkan suku bunga setelah lebih dari enam tahun mendekati nol. Selain itu, para pengamat mempertanyakan seberapa cepat kebijakan pengetatan moneter akan dilakukan setelah menaikkan suku bunga. Beberapa pembuat kebijakan seperti Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester, memperingatkan agar The Fed tidak menunggu terlalu lama karena ada kekhawatiran tentang stabilitas keuangan dan menurunnya kepercayaan publik pada ekonomi.

Vice Chairperson The Fed Stanley Fischer menjawab pertanyaan pada forum tersebut bahwa tanpa ragu The Fed akan menaikkan suku bunga tahun ini, meskipun ada beberapa keraguan dari para investor. ”Kenaikan suku bunga pertama akan dilakukan dalam waktu yang semakin dekat,” ujarnya sambil menambahkan bahwa bank sentral tidak akan mengikuti langkah pengetatan moneter setelahnya.

Laporan riset itu menawarkan solusi yang lebih lunak terkait dilema kapan kenaikan suku bunga akan dilakukan. Laporan itu menyimpulkan, The Fed tidak dapat memastikan level apa yang harus tercapai untuk menaikkan suku bunga. Tapi level keseimbangan ini, tidak turun serendah yang diklaim pihak yang memperingatkan stagnasi di AS.

”Dengan adanya ketidakpastian itu, mungkin ada keuntungannya menunggu untuk menaikkan suku bunga hingga kita benar-benar melihat bukit tekanan pasar tenaga kerja dan naiknya inflasi,” tulis para ekonom dalam laporan riset itu, termasuk Jan Hatzius dari Goldman Sachs dan Ethan Harris dari Bank of America Merrill Lynch.

Syarifudin
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5335 seconds (0.1#10.140)