Ahok Gandeng BPKP

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:03 WIB
Ahok Gandeng BPKP
Ahok Gandeng BPKP
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) habis-habisan melawan DPRD DKI Jakarta.

Setelah melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit temuan dana siluman Rp12,1 triliun dalam draf APBD 2015.

Ahok berharap BPKP menginvestigasi indikasi adanya pengaturan tender. Menurut dia, sebelumnya KPK sudah membaca adanya indikasi penyimpangan tersebut. ”Kita serahkan kepada pihak berwajib. Biarkan BPKP melakukan investigasi berapa kerugian keuangan negara,” ujarnya saat mengunjungi Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur, kemarin.

Dia membeberkan, tender uninterruptable power supply (UPS) senilai Rp6 miliar, tetapi dalam pagu anggarannya berkisar Rp5,8 miliar-5,9 miliar. Dugaannya, pemainnya satu orang, tetapi gantigantiCV.” Hasil investigasi ini akan menghasilkan temuan. Kalian nggak tahu kan, ada UPS made in China sampai Rp6 miliar. Merek nggak jelas,” paparnya. Pada 2012-2013, lanjut Ahok, ada temuan BPKP soal kejanggalan anggaran, tetapi anggota Dewan mengaku tidak tahu.

Alasannya karena mereka tidak menyusun anggaran dan yang mengadakan tender pihak eksekutif. Padahal mereka juga ikut memasukkan anggaran. Karena itulah dia menunggu proses e-budgeting selesai sehingga jika ada pihak-pihak yang memaksa memasukkan anggaran di APBD akan ketahuan.

”Sebab e-budgeting menggunakan password. Draf yang dikeluarkan versi APBD Pemprov DKI Jakarta tak ada satu pun yang diketik. Mereka memaksa memasukkan anggaran. Nekat bikin atau ketik sendiri. Ketahuan tuh UPS ketik sendiri sampai Rp12 triliun semua. Nah ini kan sekarang ada bukti nyata,” katanya. Mantan Bupati Belitung Timur itu juga terkejut atas anggaran pembuatan buku trilogi Ahok yang total nilainya mencapai Rp30 miliar.

Perinciannya, buku berjudul Nekat demi Rakyat sebesar Rp10 miliar, buku Dari Belitung menuju Istana Rp10 miliar, dan buku Tionghoa Keturunan Ku Indonesia Negara Ku Membangun Rp10 miliar. ”Saya lagi cek. Ada permintaan itu, saya kaget. Makanya nanti disisir lewat e-budgeting. Gila banget bikin buku trilogi pakai anggaran DKI. Gue masih mampu bikin sendiri,” keluhnya.

Mengenai Kepala Inspektorat DKI Jakarta Lasro Marbun, Ahok mengaku saat menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan DKI yang bersangkutan dianggap sudah berhasil memangkas anggaran Rp4,3 triliun. Namun ternyata masih ada pejabat di sudin-sudin yang nakal. Makanya masih lolos 55 paket proyek di 2015. ”Makanya saya tungguin di 2015 ini, pasti ketagihan. Terbukti dimasukkin lagi pengadaan UPS itu,” imbuh Basuki.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendukung langkah Ahok untuk melaporkan dugaan penyelewengan dalam APBD 2015 kepada penegak hukum dan pihak terkait. Dalam pandangannya, langkah tersebut positif untuk check and balance serta untuk menentukan siapa yang benar dan salah. Dia juga melihat sengketa antara pemerintah dan DPRD bukan masalah politik, tetapi tentang bagaimana seseorang harus hati-hati mengelola anggaran.

”Daripada membiarkan kebocoran terjadi, akan lebih baik untuk melaporkannya,” katanya di Makassar kemarin. Wakil Ketua Hak Angket Inggard Joshua tidak mempersoalkan langkah yang diambil Ahok. Sebab, dengan demikian, akan terungkap siapa yang berbuat dan siapa yang harus bertanggung jawab. ”Jangan semua disamaratakan bahwa anggota Dewan tidak beres semua. Sistem e-budgeting bagus dan kami mendukungnya, tetapi mekanismenya harus sesuai dengan prosedur.

Seharusnya hasil pembahasan baru dimasukkan ke e-budgeting, kalau ada yang nggak beres kembalikan ke Dewan, jangan bentuk tim sendiri,” katanya. Menurut Inggard, semestinya bila ada anggaran yang dinilai tidak tepat sasaran atau tidak sesuai, kembalikan ke Dewan dan bahas bersama-sama sehingga tidak mengganggu mekanisme kerja Dewan.

”Proseduralnya, semua yang dikirim ke Kemendagri harus diklarifikasi dan disetujui pimpinan dan anggota Dewan. Kalau ada pembicaraan, hal seperti ini tidak akan terjadi kalau ada koordinasi karena masing-masing memiliki tanggung jawab untuk membangun Jakarta. Kalau ada yang tidak pas dibicarakan, kita juga nggak tahu siapa sisipkan di situ,” ujar Inggard.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI itu mengaku seluruh anggota Dewan siap memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan atas persoalan ini. Sebab semua ini merupakan sebuah proses untuk mencari kebenaran hakiki. ”Jangan semua 106 anggota Dewan dijustifikasi nggak beres, kita siap untuk mencari kebenaran hakiki,” ucapnya.

Begitu juga dengan pengadaan buku trilogi, pria yang pernah menjabat sebagai wakil ketua DPRD itu kembali mengatakan, seharusnya dalam rapat anggaran dibicarakan persoalan itu. Sebab hak budgeting dibicarakan bersama-sama antara eksekutif dan legislatif. ”Kita nggak mau menangmenangan, semua ingin berjalan dengan baik. Kalau tidak ada kesepakatan dibicarakan lagi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yakni sekda, Bappeda, Dinas Pendapatan, dananggotaDewan.

Tidak lantas memasukkan dan kemudian jadi persoalan,” imbuhnya. Seperti diketahui, konflik DPRD versus Ahok mencapai puncaknya. Rapat paripurna DPRD DKI Jakarta pada Kamis (26/2) menyetujui penggunaan hak angket terhadap Ahok. Langkah ini diambil setelah Kemendagri mengembalikan draf APBD yang dikirim Ahok. Kalangan DPRD mensinyalir draf tersebut bukan APBD yang disahkan pada 27 Januari 2015.

Langkah ini pun dibalas Ahok dengan membeber adanya dana siluman sebesar Rp12,1 triliun dan melaporkan dugaan korupsi tersebut ke KPK dan BPKP. Peneliti politik Transparency International Indonesia (TII) Arfianto Purbolaksono berharap konflik antara Ahok dan DPRD bisa menjadi pembelajaran dalam pengelolaan keuangan daerah.

Menurut dia, prinsip transparansi dalam pembahasan dan penggunaan APBD harus lebih dikedepankan untuk terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean governance. ”Saya menilai jangan sampai APBD menjadi bancakan yang sering kali berujung pada korupsi APBD secara berjamaah,” ujarnya.

Masalah Komunikasi

Disinggung soal etika komunikasinya yang dinilai kurang baik, Ahok menandaskan hubungannya dengan pimpinan Dewan akrab. Hanya saja, ada satu masalah mengenai anggaran. ”Kalian kalau liatCCTV saya, hubungan saya dengan pimpinan Dewan itu akrab kok. Yang masalah cuma satu, saya dianggap tak akomodasi Rp12,1 triliun. Bagi saya komunikasi yang santun itu tak curi uang rakyat. Bukan (ngomong) baik-baik, tapi malah mencuri uang rakyat,” jelasnya.

Ahok mengaku enggan dikatakan pintar berkomunikasi bila dirinya harus memasukkan dana siluman Rp12,1 triliun. Setelah itu, eksekutif dituduh memasukkan dana itu. ”Pertanyaannya apakah saya harus komunikatif ? Orang bilang, kasihan dong orang DKI gara-gara kamu program DKI berantakan. Saya bilang lebih kasihan orang DKI kalau duit Rp12 triliun itu dibelanjakan untuk sesuatu yang tak masuk akal,” ucapnya.

Sucipto/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3278 seconds (0.1#10.140)