Yogya Gudangnya Mobil Listrik

Minggu, 01 Maret 2015 - 10:31 WIB
Yogya Gudangnya Mobil Listrik
Yogya Gudangnya Mobil Listrik
A A A
YOGYAKARTA - Harga bahan bakar minyak (BBM) terus berfluktuasi. Persoalanpun makin lengkap dengan ketiadaan mobil yang benar-benar produk anak bangsa. Inilah potret buram industri automotif di Tanah Air.

Tapi tahukah Anda bahwa sebenarnya cikal bakal jawaban dua persoalan itu ada di DIY? Di sektor swasta ada sumber daya manusia (SDM) lokal yang bisa dimaksimalkan di bengkel modifikasi “Kupu-Kupu Malam” di Sleman.

Sementara para akademisinya berlomba-lomba menciptakan mobil listrik. Sebelumnya Kupu-Kupu Malam pada 2013 bersama dengan sejumlah pihak, salah satunya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Dahlan Iskan menciptakan sebuah mobil listrik bernama “Tucuxi”. Namun perjalanan Tucuxi tak mulus.

Saat dilakukan uji coba oleh Dahlan Iskan mengalami kecelakaan di Magetan, Jawa Timur. Tapi kegagalan itu tak mematikan semangat mereka mengembangkan industri automotif lokal. Saat terjadi pro-kontra MoU mobil nasional dengan Proton, Malaysia, Kupu-Kupu Malam tetap merancang mobil listrik yang diyakini bakal membanggakan rakyat Indonesia.

Mereka masih mengembangkan dua produk yang sebenarnya sudah mulai dirancang sejak 2013. Namanya “Selo” dan “Gendhis”. “Kami 100% tenaga sendiri, tidak mau melibatkan pihak- pihak lain lagi,” ujar Supervisi Kupu-Kupu Malam Tatar Yoga Nugroho saat ditemui KORAN SINDO YOGYA di Jalan Kabupaten, Sleman, kemarin.

Untuk mobil listrik Selo sudah dibuatnya satu unit. Selo ini lebih ke mobil sedan sport . Berbeda dengan Gendhis yang bertipe van seperti Toyota Alphard. Meski sudah di-launching pada 2013 lalu, sampai saat ini kedua tipe mobil listrik tersebut masih dalam proses riset.

“Kami masih lakukan riset. Jadi belum tahu kelebihan dan kekurangannya secara komplet,” ujar Tatar. Dia mengungkapkan, satu kendala paling besar yang dirasakan guna memastikan mobil listrik tersebut benar- benar aman adalah masalah legalitasnya. Padahal, hal ini sangat mereka perlukan agar bisa dilakukan uji coba di jalanan umum melewati berbagai macam medan.

“Bagaimana kami mau uji coba ke segala medan, kalau legalitasnya saja sampai kini masih menggantung. Dan itu sudah bukan lagi ranah kami, bukan kewenangan kami,” kata Tatar. Dia berharap pemerintah bisa mengerti akan permasalahan yang dihadapi ini. Apalagi pengembangan mobil listrik ini juga dilakukan untuk kepentingan bersama.

Tatar yakin nantinya riset ini akan sangat berguna bagi industri automotif nasional. “Lama-lama BBM nantikan akan habis juga dan waktu itu kita akan membutuhkan suatu sumber energi lain. Kita juga harus mulai dari sekarang daripada nanti telat. Sebab teknologi tidak bisa kita buat dan langsung berhasil, perlu proses dan riset cukup panjang,” ujar Tatar.

Dia optimistis saat riset Selo dan Gendhis telah selesai, terutama sudah diujicobakan di berbagai medan, keduanya bisa diproduksi secara massal. Bahkan dijadikan sebagai mobil nasional. “Kami berani kalau diproduksi secara massal. Tapi ya sangat tergantung dengan pemerintah juga,” katanya. Ditanya soal SDM, Tatar menegaskan SDM lokal sudah cukup mampu membuat mobil listrik. Hanya mesin utamanya yang memang masih harus impor.

“Kalau untuk mesin, kami masih impor ya . Tapi kalau untuk SDM, kita banyak,” ujarnya bangga. Mengenai kisaran harga, Tatar masih belum bisa mematok harga per unit dari Selo dan Gendhis. Riset yang dilakukan sudah menjelang biaya lebih dari Rp1 miliar. Nah kalau nanti diproduksi massal, kemungkinan per unit dijual di atas Rp500 juta.

“Karena ini masih riset, belum bisa kami pastikan,” ujarnya. Selain mengembangkan mobil listrik, Kupu-Kupu Malam juga membuat sepeda listrik, becak listrik serta otopet listrik. Ketiganya mulai diproduksi pada 2014. Meski sudah banyak yang memesan, masih belum disanggupi untuk diproduksi dalam jumlah banyak lantaran juga masih dalam proses riset.

“Becak pun nantinya akan punah. Anak muda sekarang sudah tidak mau untuk mengayuh becak, sementara orang tua akan habis tenaganya termakan usia. Kalau untuk sepeda listrik dan otopet listrik, sudah banyak dipesan. Terutama di instansi-instansi yang perkantorannya cukup luas dan memerlukan mobile , seperti rumah sakit. Semuanya ini masih dalam tahap riset,” paparnya. Menurut Kepala Pusat Studi Energi UGM Dr Dendarlianto, saat ini sudah waktunya bagi pemerintah Indonesia memikirkan alternatif transportasi yang tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil.

Karena itu, dia mendukung penuh pengembangan mobil listrik karya anak bangsa. “Melihat kondisi sumber daya energi konvensional kita yang semakin menipis, tentu perlu adanya pengembangan kendaraan yang berbahan bakar lain seperti listrik. Karena kalau kita telaah, dalam menjalani kehidupan kita apapun bahan bakar yang digunakan saat ini, output -nya selalu listrik,” ucapnya.

Dendarlianto berharap pemerintah mampu segera mendorong pengembangan energi terbarukan dan alternatif energi bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Jika hal tersebut terlambat dilakukan, dia tak mampu membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan.

“Apalagi untuk proyek mobil listrik nasional ini, pemerintah dalam hal ini Dikti telah menggandeng lima perguruan tinggi, yakni UGM, UI, ITB, ITS, dan UNS dalam upaya pengembangannya. Jika target dan kesepakatan awal bersama dipegang teguh dan konsisten dilaksanakan, saya yakin Indonesia bisa mewujudkan produksi massal mobil listrik sendiri,” ungkap Dendarlianto.

Dendarlianto berpendapat kendala pengembangan mobil listrik nasional yang saat ini segera harus diselesaikan pemerintah ialah regulasi di segala bidang pendukung proyek tersebut. Dengan adanya regulasi dan koordinasi yang jelas, target produksi massal mobil listrik nasional 2018 diyakini bisa tercapai.

Kampus Ikut Sibuk Rancang Mobil Listrik

Selain Kupu-Kupu Malam, kampus di DIY juga ikut sibuk mengembangkan mobil listrik. Contohnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Kepala Pusat Inovasi Otomotif (PIO) UGM Dr Jayan Sentanuhady mengatakan, timnya yang tergabung dalam mobil listrik nasional (molina) terus melakukan riset guna pencapaian target produksi massal oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada 2018.

Bersama empat perguruan tinggi lain, yaitu UI, ITB, ITS, dan UNS yang tergabung dalam tim molina, UGM kebagian beberapa riset pengembangan. “Untuk tahun ini, berdasarkan roadmap molina, kami melakukan beberapa riset. Di antaranya riset mengembangkan inverter , yakni alat pengontrol motor listrik, chargernya, serta display dan struktur rangka mobil. Semua riset yang kami lakukan berada di bawah naungan Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Otomotif (PPTIO),” papar Jayan.

Hal yang perlu diketahui masyarakat dalam upaya pengembangan molina ialah ketidakmudahan. Untuk produksi mobil konvensional yakni berbahan bakar minyak saja membutuhkan riset yang tidak mudah. Apalagi mobil listrik yang pangsa pasarnya belum jelas. “Karenanya, upaya ini juga butuh komitmen dari pemerintah. Pengembangan industri mobil, termasuk mobil listrik butuh organisasi riset atau pusat riset sendiri. Tidak hanya melibatkan para dosen yang masih harus direpotkan dengan kegiatan mengajar, tapi benarbenar harus melibatkan profesional. Belum lagi dananya yang tidak hanya puluhan miliar,” ungkapnya.

Jayan mengaku dukungan pemerintah tentu sudah ada, tapi masih kurang totalitas dan tampak belum berani untuk memiliki brand sendiri. Masih banyak konsekuensi yang perlu dilakukan pemerintah, seperti konsekuensi politik, proteksi, dan finansial. Jika pemerintah bertekad memiliki brand automotif sendiri, ada dua cara cepat yang bisa dipilih.

“Pertama , bisa dengan membeli perusahaan otomotif yang sudah mau bangkrut, misalnya yang ada di Eropa. Dengan perusahaan tersebut, Indonesia bisa mulai membuat mobil listrik yang kemudian menggunakan branding dan model Indonesia. Namun, jika tidak dana cukup, pemerintah bisa menggunakan cara melakukan order pembuatan mobil pada perusahaan otomotif yang ada dengan brand dan model asli Indonesia,” kata Jayan.

Menurut Jayan, inti dari pengertian mobil nasional ialah brand dan kepemilikan harus dipegang oleh pemerintah Indonesia. Masalah lokasi pembuatan dan siapa yang membuat bukan menjadi aturan utama untuk memiliki sebuah mobil nasional. Sementara itu, UNY sebagai perguruan tinggi yang juga mengembangkan mobil listrik memutuskan mengganti fokus pengembangan. Jika dulu sempat fokus pada pencapaian produksi massal mobil listrik karya mereka, kini tidak lagi.

“Kami terkendala pembiayaan pengembangan mobil listrik untuk produksi massal. Karenanya, kami hentikan program itu dan memilih fokus pengembangan mobil listrik mahasiswa untuk kompetisi dunia. Biaya kami yang terbatas membuat kami harus memilih. Kami memilih peningkatan prestasi mahasiswa terlebih dahulu,” kata Dosen Pembimbing Tim Mobil UNY Mochammad Solikhin.

Meski terhenti, UNY masih memiliki niat dan harapan mampu mengembangkan mobil listrik yang layak diproduksi massal. Saat ini pihaknya tengah melakukan program mobil listrik yang lebih kecil dari sisi anggaran, yakni mobil listrik inspeksi.

Rencananya, tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2015 mendatang mobil listrik inspeksi tersebut akan di-launching . “Mobil listrik inspeksi ini juga sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan transportasi untuk kampus kami sendiri,” kata Solikhin.

Ridho hidayat/ ratih keswara
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6290 seconds (0.1#10.140)