Kami Hanya Berharap Panen Petani Dihargai Layak

Jum'at, 27 Februari 2015 - 14:06 WIB
Kami Hanya Berharap Panen Petani Dihargai Layak
Kami Hanya Berharap Panen Petani Dihargai Layak
A A A
Tangan Semi bergerak cekatan memunguti padi yang telah dipotong. Cucuran keringat membasahi wajahnya, dan terik mentari begitu terasa menyengat membakar kulitnya.

Tetapi, semuanya ini tidak mampu menutupi rasa gembiranya, karena sawahnya sudah panen dan segera menghasilkan gabah.

Wanita 45 tahun ini mengumpulkan padi untuk dirontokkan dan diambil gabahnya. Sawah milik semi luasnya hanya beberapa ratus meter persegi. Tapi lahan yang tak seberapa besar itulah yang menjadi soko guru ekonomi keluarganya. Hasil menanam padi selama tiga bulan itu sebagian akan dijualnya ke pedagang. Uang hasil penjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan modal tanam lagi. Sisaya disimpan untuk dimakan sekeluarga.

”Kalau uangnya habis untuk keluarga dan makan, kami terpaksa ngutang untuk musim tanam berikutnya,” ujar petani Dusun Kebonsari, Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang itu. Semi dan keluarganya adalah potret ironi pertanian di negeri ini, khususnya padi. Harga beras yang kini melambung tinggi di pasaran ternyata tak berimbas pada petani seperti Semi. Kerja keras Semi dan keluarganya di sawah tak juga mengubah harga gabah hasil panen.

Gabah mereka tetap saja dibeli dengan harga sama seperti sebelum-sebelumnya. Harga beras di pasaran sudah menembus Rp12.000/kilogram (kg), tetapi gabah petani hanya dihargai Rp4.500/kg. Bagi Setio, 40, petani asal Desa Jatiguwi, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, harga gabah masih terlalu murah dibanding ongkos produksi. Harga jual tersebut juga belum mencakup potensi kerugian bila sewaktu-waktu gagal panen. Saat petani gagal panen, tak ada jaminan untuk menanggung pengembalian seluruh biaya produksi yang telah dikeluarkan selama satu musim tanam. Tiadanya jaminan inilah yang membuat para petani takut melakukan inovasi dalam usaha mereka.

”Kami tidak berani untuk coba-coba hal baru yang berisiko tinggi. Sebab kalau gagal panen atau bisa panen banyak tapi tidak laku, kami akan kesulitan mengembalikan modal. Padahal usaha ini harus terus dijalankan agar kehidupan keluarga dapat berjalan,” tuturnya. Dari kalkulasinya, harga jual gabah dari petani setidaknya bisa stabil di kisaran Rp6.000- Rp7.000/kg agar petani bisa bernapas lebih panjang. Tapi dengan harga jual yang tidak beranjak dari Rp4.500/kg, Setio mengaku kesulitan mengatur keuangan untuk keluarga dan kelangsungan sawahnya.

”Sekarang ini, jangankan menabung, untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari saja masih pas-pasan,” ujarnya. Tingginya biaya produksi juga diakui Dwi Handoyo, 50, petani di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Untuk lahan sawah seluas satu hektare, satu kali musim tanam butuh biaya sekitar Rp30 juta.

”Tingginya biaya ini lebih dikarenakan sulitnya mendapatkan tenaga kerja untuk menggarap sawah, serta biaya-biaya lain seperti pupuk dan pestisida yang mahal harganya. Padahal obat pembasmi hama tidak bisa ditunda,” ungkapnya. Dengan ongkos produksi sebesar itu, Dwi Hartono tak banyak memperoleh laba setelah panen. Bila panen sedang bagus, satu hektar lahan bisa menghasilkan 7 ton gabah. Kalau dihargai Rp4.500/kg, dia hanya mendapatkan penghasilan kotor sekitar Rp31,5 juta.

”Kami petani mungkin tidak boleh mengeluh. Tetapi kami hanya berharap hasil panen petani dapat dihargai dengan layak,” tuturnya. Sepekan terakhir harga beras di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Timur memang melonjak. Hingga kemarin, kenaikan harga beras di pasaran berkisar Rp500- Rp2.500/kg. Kabupaten Pasuruan yang menjadi salah satu penyuplai beras nasional pun tak luput imbas kenaikan harga tersebut.

mengungkapkan, dengan stok beras yang melimpah, seharusnya Kabupaten Pasuruan tak terimbas kenaikan harga. Pasuruan yang memiliki luas lahan panen 98.500 hektare bisa memproduksi 661.000 ton gabah atau setara 396.600 ton beras/tahun. Jumlah itu jauh di atas kebutuhan 1,5 juta warganya hanya 132.200 ton beras/ tahun. Namun saat ini di Pasar Warungdowo, Pohjentrek, Pasuruan, beras medium dijual Rp10.000/kg, naik Rp2.000 dari sebelumnya.

Beras kualitas premium naik dari Rp10.000/kg menjadi Rp12.000/kg. ”Persediaan beras saat ini mulai menipis, sedangkan permintaan tetap, sehingga harga beras menjadi naik,” tandas Ihwan.

Arie yoenianto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7053 seconds (0.1#10.140)