Giliran Sutan Gugat KPK

Jum'at, 27 Februari 2015 - 10:24 WIB
Giliran Sutan Gugat KPK
Giliran Sutan Gugat KPK
A A A
JAKARTA - Perlawanan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Setelah Komjen Pol Budi Gunawan dan Suryadharma Ali melayangkan praperadilan, kini giliran mantan Ketua Komisi VII Sutan Bathoegana yang menggugat lembaga tersebut.

Sutan Bathoegana berniat mengajukan upaya praperadilan atas penetapan status tersangka dirinya oleh KPK. Melalui testimoni berjudul “KPK Bilang Jujur Itu Hebat, tapi Saya Diembat” yang dibacakan kuasa hukumnya, Eggi Sudjana, Sutan menilai banyak kejanggalan pada proses penyelidikan dan penyidikan dirinya hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

“Pertama saya dipanggil KPK sebagai saksi untuk menerima THR (tunjangan hari raya) yang dikaitkan dengan proyek SKK Migas 2013. Saya sudah bantah (terima THR dari Rudi Rubiandini ke Komisi VII), tapi saya justru dijebloskan sebagai tersangka,” ungkap Sutan melalui testimoninya. Menurut Sutan, dirinya pada kasus itu justru telah menyelamatkan uang negara.

Saat ada dua perusahaan (PT Reckin dengan PT Timas) yang tengah bertarung memperoleh kewenangan mengelola sebuah proyek, ketika itu dirinya menolak memenangkan pihak yang kalah dan mengalahkan pihak yang menang. “Pada intinya, saya menyelamatkan uang negara Rp4 triliun dan investasi Rp1 triliun,” ungkapnya.

Sutan juga memastikan tidak pernah meminta THR kepada mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Itu juga sudah dipertegas ketika dirinya dimintai keterangan oleh penyidik KPK, Budi A Nugroho, yang kesemuanya mempertanyakan soal THR. Sutan pun kemudian menunjuk Eggi Sudjana dan Razman Arif Nasution sebagai kuasa hukumnya dengan harapan bisa mendapatkan keadilan atas kasus yang menimpanya.

“Kami bukan memanfaatkan Sarpin efek segala macam, ini semata menganggap ada kejanggalan dalam proses yang dilakukan KPK,” ungkap Eggi Sudjana saat menggelar konferensi pers di Jakarta kemarin. Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) Yusril Ihza Mahendra menyatakan, praperadilan harus dihormati dan tidak boleh dilecehkan.

“Jika seseorang memutuskan untuk mengambil langkah hukum dalam konteks pembelaan atas suatu perkara yang menimpa dirinya, termasuk menempuh gugatan praperadilan, langkah itu harus kita hormati. Tidak perlu kita melecehkan orang yang bersangkutan,” katanya. Menurut Yusril, negara memang berwenang untuk menyatakan warganya menjadi tersangka atau malah terdakwa dalam tindak pidana. Namun, warga juga berhak untuk membela diri.

“Negara menjalankan kekuasaannya melalui aparatur yang notabene adalah manusia yang bisa benar dan bisa salah dalam bertindak, bahkan bisa juga menyalahgunakan wewenang yang ada pada dirinya,” ucap Yusril. Mantan menteri hukum dan HAM ini menyebut, hubungan negara dan warganya dalam penegakan hukum adalah seimbang. Itulah semangat amendemen UUD 1945 dan KUHAP. Inilah makna dari due process of law, artinya proses penegakan hukum yang benar dan adil, bukan atas dasar stigma.

Apalagi kebencian terhadap warga yang belum tentu bersalah atas sesuatu yang disangkakan atau dituduhkan kepadanya. Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menilai putusan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan bukan yurisprudensi yang bisa menjadi acuan hukum bagi tersangka kasus korupsi lain yang ditangani Komisi. Namun demikian, dia menegaskan pihaknya menghormati proses praperadilan yang dilakukan para tersangka.

KPK juga tidak tinggal diam menyikapi putusan praperadilan Budi Gunawan. Tapi bukan berarti itu menjadi tolak ukur bagi tersangka lainnya. “Kami sudah mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi hal itu,” ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Dian ramdhani/ sucipto/ sabir laluhu
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7609 seconds (0.1#10.140)