Ketika Bandung Makin Dilirik Sineas Muda

Minggu, 22 Februari 2015 - 11:06 WIB
Ketika Bandung Makin Dilirik Sineas Muda
Ketika Bandung Makin Dilirik Sineas Muda
A A A
Belakangan, Bandung seolah menjadi rumah kedua bagi para sineas muda yang bergelut di balik layar film. Ini ditandai dengan banyaknya film berlatar keindahan Parisj van Java.

Banyak alasan muncul, mulai dari cuaca yang sejuk, romantis, hingga pertimbangan sisi sejarah. Kota Bandung pun kini mudah dijumpai di berbagai judul film. Bahkan sebagian besar dari mereka meraup kesuksesan dipasaran. Film itu di antaranya Heart, Jomblo, From Bandung with Love, Mama Cake, Hijabers in Love, hingga yang terbaru Nada Untuk Asa. Kendati muatannya masih didominasi kisah percintaan pada umumnya, namun fenomena ini tak urung menaikkan prestise Ibu Kota Jawa Barat.

Terlebih setelah Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) menandatangani nota kesepahaman atau dengan Pemprov Jawa Barat. Gubernur Ahmad Heryawan bahkan sudah mengesahkan kerja sama tentang peningkatan produksi film nasional dengan menggunakan lokasi syuting di wilayah Jabar.

“Bandung itu kota paling asyik untuk pengerjaan film. Selain Jakarta, Bandung selalu pas untuk dijadikan lokasi syuting. Banyak hal yang melatarbelakangi, mulai dari dukungan orang-orangnya yang kreatif, dan pertimbangan suasananya yang nyaman dan bagus untuk settingfilm,” ujar sutradara Charles Gozali di Bandung belum lama ini. Geliat yang ditunjukkan para pelaku industri film saat ini. Rupanya bukan euforia atau tren semata. Hal ini juga menjadi warisan tradisi perfilman Indonesia sejak era kolonial.

Tepatnya di tahun 1926, sebuah film berjudul Loetoeng Kasaroengdiproduksi untuk pertama kalinya di Bandung. Bahkan film ini pun menjadi tonggak awal sejarah perfilman nasional. Film cerita bisu pertama produksi Java Film Company ini, untuk kali pertama mengangkat legenda di bumi Priangan. Ini merupakan karya bersama seorang Belanda bernama L Heuveldorp dan seorang Jerman bernama G Kruger.

“Faktor sejarah inilah yang membuat saya enjoy, me - ngambil lokasi syuting Nada Un tuk Asa hingga 17 hari. Ada se buah rumah heritagedi kawasan Jalan Guntur yang digunakan sebagai lokasi syuting. Dan hasilnya memang sesuai dengan tema cerita,” ungkapnya. Mengambil lokasi syuting di Ban dung, artis pemilik nama Jelita Septriasa alias Acha juga sukses merampungkan tugasnya memerankan Asa. Tak ba - nyak observasi yang di lakoninya.

Namun dia mengaku sangat menikmati atmosfer Bandung selama syuting. Meski mendapatkan sedikit scene, Acha justru ketagihan untuk kembali melakoni proses syuting di kota yang sama. “Jujur nih, Bandung memang enak dibawa kerja. Syuting juga nyaman-nyaman aja karena iklimnya yang kondusif, cenderung tenang dan nggakbikin kepanasan selama di lokasi. Apalagi du lu ketika saya terlibat syuting Heartdi daerah Ciwidey dan Panga lengan, wah cuacanya sejuk dan membuat satu sama lain merasa lebih dekat,” ungkap Acha.

Eksplorasi keindahan Kota Bandung tak kalah mengundang sensasi saat terekam apik dalam film remaja, Hijabers in Love. Film ini pun tak luput menjadi pusat perhatian kala Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, menerima tawaran menjadi cameo atau pemeran pembantu dalam film yang disutradrai Ario Rubbik tersebut. Di film ini, Emil sapaan akrab Ridwan berperan sebagai sopir bus Bandros.

Syuting untuk sceneEmil dilakukan di Taman Dewi Sartika, Balai Kota Bandung. Anggara, mahasiswa menyambut baik Bandung banyak dipakai lokasi syuting. Tapi, katanya, masih sedikit judul film yang tema ceritanya berbobot.

“Saya lihat beberapa judul film berkualitas muncul dari inspirasi keindahan daerahnya. Misalnya Denias yang mengeksplorasi Papua, Laskar Pelangiyang menggambarkan Belitung dengan sangat indah. Selain memamerkan keindahan setting-nya, tema ceritanya juga inspiratif. Saya harap Bandung juga bisa menginspirasi hal serupa,” pungkasnya.

Dini Budiman
Kota Bandung
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5102 seconds (0.1#10.140)