Semangat Berkontribusi bagi Bangsa

Minggu, 01 Februari 2015 - 13:13 WIB
Semangat Berkontribusi bagi Bangsa
Semangat Berkontribusi bagi Bangsa
A A A
Dwikorita Karnawati, perempuan kelahiran Yogyakarta, 49 tahun silam, bukan sosok asing di dunia akademisi. Rita sapaan Dwikorita kini menjabat sebagai rektor Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia merupakan rektor perempuan pertama di UGM. Ia juga seorang pakar geologi dan secara khusus mempelajari gerakan tanah yang bisa menyebabkan longsor.

Rita dan rekannya berhasil menemukan alat deteksi dini longsor. Kini alat tersebut terpancang di berbagai wilayah yang dikenal rawan longsor. Bagaimana kisah selengkapnya? Berikut kutipan wawancara KORAN SINDOdengan perempuan yang pernah didapuk menjadi moderator debat calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden 2014:

Anda dikenal sebagai pakar geologi dan penemu alat deteksi dini longsor. Bisa ceritakan awalnya hingga Anda bisa menciptakan alat tersebut?

Pada awal masuk jurusan Teknik Geologi, saya diajak oleh dosen untuk ke lokasi terjadi bencana longsor di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Melihat kondisi yang porakporanda dan menelan banyak jiwa, menggugah saya agar bisa membantu. Ilmu geologi bisa membantu memperingati sebelum terjadi bencana. Ada riset yang mempelajari serangkaian peristiwa hingga terjadi longsor.

Di situ untuk pertama kalinya dalam hidup saya merasa dibutuhkan. Kami pun melakukan riset dan menggambar secara teknis penyebab terjadi longsor untuk disampaikan kepada masyarakat. Mencakup cara pencegahan dan mencari lahan yang aman ke depan. Namun, gambar yang kami buat tidak dimengerti oleh masyarakat karena terlalu teknis. Untuk itu, kami pun mengubahnya menjadi gambar sketsa agar mudah dipahami.

Saya pun belajar bagaimana caranya mengomunikasikan ilmu yang dimiliki ke masyarakat agar bisa menolong diri mereka sendiri. Itulah tantangannya dan kami menikmatinya. Pada 1995 saya bersama rekan mulai riset untuk menciptakan alat deteksi dini longsor (early warning system). Pada 2004 kami belajar dari dua alat Jepang. Dua alat ini rumit dan harganya mahal. Kami pun mengembangkan fungsi dari dua alat tersebut. Baru pada 2007 tercipta alat yang bisa memberikan peringatan dini kepada masyarakat ketika akan terjadi longsor.

Sudah terpancang di mana saja alat ini?

Kami mengawalinya dengan masyarakat di Karanganyar sebanyak 10 titik pada 2008. Ada juga di beberapa wilayah lain seperti Kebumen, Situbondo, dan Kulonprogo. Alat sederhana ini juga dipakai oleh beberapa industri. Seperti PT Pertamina Geothermal Energy yang memasang sekitar 80 titik di delapan lokasi panas bumi di Indonesia. Myanmar dan China juga sudah menggunakan alat ini. Alat ini sudah mendapatkan hak paten dan penghargaan internasional.

Kendala apa yang Anda hadapi agar pemasangan alat ini bisa merata di Indonesia?

Kita harus bergandengan tangan karena hal ini harus digerakkan secara massal dan masif. Untuk itu, UGM berupaya membangun jaringan dengan berbagai universitas lain di Indonesia yang berada di daerah rawan longsor. Langkah selanjutnya, mereka bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) untuk menjalankan di lingkungan masing-masing.

Alat ini tidak ada artinya jika tak ada pendekatan sosial. Alat ini adalah produk socio engineering ,teknologi berkarakter sosial, karena tanpa ada pemahaman dari masyarakat, tidak dapat diterima pemda, tidak bisa dipakai. Hal terberat adalah membuat masyarakat serta pemda sadar dan butuh alat ini. Membuat mereka merasa perlu dan ikut berjuang membuat alat ini.

Lama berkecimpung sebagai pengajar dan peneliti, apa yang membuat Anda bersedia mengemban tugas sebagai rektor UGM?

Saya tidak pernah memimpikan menjadi seorang rektor UGM. Ada beberapa pihak yang menemui dan meminta agar saya bersedia diusulkan menjadi rektor UGM. Jika seseorang dicalonkan, ia harus menerima. Akhirnya saya terima dengan beberapa pertimbangan. Seperti beberapa kajian yang dilakukan oleh McKinsey atau UNDP tentang masa depan Indonesia.

Pada 2030, Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Kemungkinan di urutan keenam atau ketujuh dalam kekuatan ekonomi dunia sehingga Indonesia menjadi negara yang strategis dan potensial. Ini karena Indonesia mengalami bonus demografi. Diprediksi, pada 2030 proporsi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia produktif, sekitar 60%-70%.

Generasi muda Indonesia merupakan kunci untuk mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi pada 2030. Untuk mencapainya, para generasi muda harus disiapkan dari sekarang agar mempunyai daya saing tinggi. Sebaliknya, jika tidak dipersiapkan secara benar, justru akan terjadi bencana demografi yaitu anak muda yang konsumtif, tidak mandiri, dan tidak mampu mengembangkan teknologi sendiri.

Jika kita lihat teknologi yang ada saat ini, kebanyakan adalah impor. Contohnya, teknologi alat kesehatan. Menurut kajian yang telah dilakukan, 97% teknologi alat kesehatan di Indonesia adalah impor. Belum lagi teknologi IT (information technology) dan manufacturing, bahkan pangan pun impor.

Jika generasi muda tidak disiapkan dari sekarang, bisa-bisa Indonesia justru menjadi pasar, lumbung konsumerisme. Dengan kata lain, terjajah secara ekonomi. Itulah pentingnya memperkuat pendidikan tinggi, riset, dan teknologi kepada anak muda. Berkaca dari fenomena ini, saya melihat ada tanggung jawab dan bersedia untuk dicalonkan sebagai rektor UGM.

Saya melihat ada tanggung jawab bahwa universitas di Indonesia harus mampu menjadikan lulusan-lulusannya berdaya saing sehingga impian Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia terwujud. Kuncinya, bagaimana mendidik mahasiswa agar kreatif, inovatif, berdaya saing unggul, dan menciptakan lompatan teknologi. Dengan begitu, kita bisa mandiri secara teknologi, pangan, energi, dan kesehatan.

Sekarang banyak kalangan atas yang memeriksakan kesehatan di luar negeri. Kenapa? Karena teknologi kesehatan dalam negeri dianggap masih kalah. Salah satu kunci penting adalah pendidikan tinggi dan UGM ingin berperan penting. Pertimbangan lain, saat menjabat sebagai wakil rektor UGM Bidang Kerja Sama dan Alumni, selama menjadi wakil rektor, saya melihat kokUGM banyak dikunjungi oleh para pemimpin dunia.

Ternyata, tujuan utama dari kunjungan para pemimpin dunia ini adalah ingin bertemu dan berdialog dengan para mahasiswa. Saya cukup khawatir dengan kedatangan tamu dari The Royale Society, London, pemikir Inggris yang memberikan supervisi kepada pemerintahan Inggris. Saat mereka sedang berdialog dengan mahasiswa, saya ikut masuk dan mendengarkan.

Berbagai pertanyaan saat dialog tersebut sangat spesifik. Semua hal tersebut menyadarkan saya bahwa anak-anak bangsa Indonesia sangat perspektif dan seksi bagi bangsa-bangsa yang mengalami penurunan demografi. Karena itu, saya sadar kenapa para pemimpin negara maju datang dan ingin berdialog dengan mahasiswa. Para pemimpin dunia itu sepertinya ”meminta”.

Agar sebuah bangsa bisa maju kandibutuhkan anak muda. Menariknya, Indonesia merupakan negara demokrasi dan muslim terbesar di dunia. Mereka datang tentu punya tujuan. Hal tersebut menyadarkan saya bahwa kita harus berbuat sesuatu untuk menyelamatkan, jangan sampai anak muda berbakat justru terserap dan memajukan negara lain.

Bagaimana implikasinya?

Implikasinya, tujuan bekerja di UGM harus berbeda. Tak sekadar mencari nafkah, tapi juga menyelamatkan nasib bangsa agar nanti tidak mengalami bencana demografi karena kehilangan anak muda potensial. Caranya, meningkatkan layanan akademik dan menanamkan nilai nasionalisme.

Misi UGM sekarang, menyelamatkan generasi muda agar mampu menggerakkan perekonomian Indonesia yaitu menguatkan daya saing sehingga mampu menciptakan inovasi dan lompatan-lompatan teknologi. Untuk itu, kami canangkan UGM sebagai socioentrepreneur university.

Artinya, kami merancang agar lulusan UGM tak sekadar mendapatkan ijazah, tapi sekaligus berjiwa dan berkarakter socioentrepreneur( jiwa mandiri, pandai membaca peluang, pandai membangun strategi, berani menghadapi risiko, dan berdaya saing unggul.) Kami sedang re-designprogram akademik mulai dari kurikulum, metode pembelajaran, proses pembelajaran, hingga pelayanan agar melahirkan suasana pembelajaran berbasis riset yang inovatif sehingga lulusannya berjiwa socio-entrepreneur. Maksudnya, kepandaian yang dimiliki tak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga masyarakat. Semangat itulah yang mendorong saya untuk terlibat menyiapkan generasi muda.

Hal apa yang tengah dilakukan untuk mempersiapkan lulusan berdaya saing unggul sekaligus berjiwa socio-entrepreneur?

Pertama dari kurikulum, mata kuliah ada yang sifatnya teknis dan penguatan jiwa serta karakter socio-entrepreneur. Ada pula kegiatankegiatan kemahasiswaan yang mendukung perkuliahan tadi. Misalnya memperbanyak program magang dengan industri. Jadi mahasiswa lebih banyak terekspose dengan dunia entrepreneur. Melalui alumni yang bekerja di industri untuk memberikan kuliah kepada mahasiswa.

Melalui kegiatan mahasiswa yang sifatnya ke profesi, mahasiswa didorong lebih aktif dalam kegiatan industri minyak, gas, atau kesehatan sehingga secara pengalaman dan mental lebih siap. Diharapkan, mahasiswa menjadi lebih siap bersaing dengan lulusan asing. Saat ini mulai banyak lulusan geologi bekerja di luar negeri karena gaji yang lebih tinggi. Bekerja di mana saja boleh, tapi hati dan nasionalisme tetap ada untuk membangun Indonesia. Tetap ikut berkontribusi membangun Indonesia.

Ema malini/Dina Angelina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4540 seconds (0.1#10.140)