Cita Rasa Khas Rawon Makassar

Minggu, 01 Februari 2015 - 12:26 WIB
Cita Rasa Khas Rawon Makassar
Cita Rasa Khas Rawon Makassar
A A A
Di Makassar, ikan bisa dijadikan bahan baku masakan apa pun, tidak terkecuali sup. Sup ikan khas Kota Angin Mamiri ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan sup sejenis dari daerah lain di Indonesia. Kekhasan itu berasal dari bumbu rempah yang digunakannya yakni kaloa.

Tidak sulit mendapatkan menu sup ikan ini di Kota Makassar. Hampir di tiap ruas jalan dapat ditemukan warung makan yang menjajakannya. Salah satunya terdapat di Jalan Tentara Pelajar. Menu yang dikenal dengan sebutan pallu kaloa itu menjadi andalan. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pallu kaloa berarti memasak dengan menggunakan rempah kaloa yang merupakan rempah khas Sulawesi Selatan.

Kaloa tergolong rempah biji dengan kulit keras berukuran kecil seperti bawang. Bagian yang digunakan untuk meracik sup ikan ini adalah bijinya yang berwarna hitam, tanpa dihancurkan sama sekali, untuk menciptakan cita rasa asam yang khas. Kuah sup ini terlihat berwarna kehitaman dan tidak kental. Berhubung tampilan kuahnya mirip menu rawon asal Jawa Timur, tak ayal sebagian warga pendatang di Makassar menyebut pallu kaloa sebagai rawon ikan.

Pallu kaloa menjadi salah satu masakan yang paling diburu wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Masyarakat dari kalangan biasa hingga pejabat kerap menjadikan makanan ini sajian utama ketika menjamu tamu. Menurut pemilik warung pallu kaloa di Jalan Tentara Pelajar Makassar, Irwan, menu sup ikan ini sudahhadirsejakera1970-an.

Peracik pertamanya bernama H Wasid asal Kabupaten Pangkep. Dulu ia berjualan pallu kaloa menggunakan gerobak di Jalan Lombok, Makassar. Menu ini rupanya berhasil menarik perhatian banyak penikmat makanan sehingga pada 2005 H Wasid memutuskan untuk mengembangkan usahanya dengan membuka warung makan di Pasar Sentral.

Lantaran Pasar Sentral sempat mengalami dua kali kebakaran, H Wasid lantas mengajak anaknya untuk membuka warung di Jalan Tentara Pelajar pada 2008. Warung yang awalnya hanya berukuran 4X6 meter, kini telah berkembang menjadi 8X6 meter. Tidak hanya itu, warung pallu kaloa milik H Wasid kini juga sudah memiliki dua cabang. Salah satunya dikelola oleh sang cucu.

Pallu kaloa yang diracik H Wasid bersama tujuh anaknya memiliki ciri khas tersendiri. Kalau di rumah makan lain kuah sup dibubuhi kelapa, di tempat ini sebaliknya, tidak menggunakan kepala samas ekali. Kuah sup hanya mengandalkan cita rasa masam dari rempah kaloa yang dicampur asam jawa dan gula merah.

”Resep yang kami pakai sudah turun-temurun diwariskandari kakek makanya tidak akan sama dengan tempat lain. Apalagi ikan yang dipakai benar-benar dipilih dan tidak asal sepertikerapu, lamuru, katamba, kaneke, dan tuna yang hanya dipakai kepalanya. Sementara yang ingin mencicipi dagingnya, dipilihkan ikan tuna dan lamuru,” tutur Irwan.

Untuk kuahnya, Irwan menggunakan bumbu rempah yang terdiri atas lengkuas, sereh, bawang putih, bawang merah, kayu manis, pala, ketumbar, merica, dan kaloa. ”Kami menawarkan harga yang sangat terjangkau untuk satu porsi. Seperti bagi yang ingin mencicipi porsi kepala ikan, konsumen hanya perlu merogoh kocek Rp28.000, sedangkan untuk dagingnya ditawarkan Rp12.000,” ungkap cucu H Wasid itu. Menurut Irwan, dalam sehari ia menyiapkan kuah pallu kaloa sebanyak 15 liter dan kepala ikan sejumlah 100 kg.

Bahan sekian banyak dapat memenuhi 100 porsi pesanan sesuai daya tampung warung saat ini. Irwan menuturkan, untuk pallu kaloa, menu sandingan yang paling pas dan diminati konsumen adalah lawara jantung pisang, acar mangga, rumput laut, dan telur ikan. ”Untuk mencicipi pallu kaloa , pengunjung bisa berkunjung ke sini mulai pukul 08.30 sampai 22.00 Wita. Menu yang disajikan pasti sangat segar,” ucap Irwan, berpromosi.

Pallu kaloa sangat cocok dihidangkan hangat bersama nasi yang juga hangat. Agar makin mantap, tambahkan pula sambal yang pilihannya ada tiga yaitu sambal tumis, sambal rica, dan sambal biji. Seorang pengunjung, Gatot, mengaku sering menghabiskan waktu makan siang dengan menyantap pallu kaloa. Pria asal Surabaya itu menilai, menu seperti ini baru pertama kali ditemukannya di Makassar.

”Saya biasanya ke sini tiga kali dalam seminggu. Kadang bersama teman kantor ataupun keluarga. Biasanya juga, saya minta di-packing untuk oleh-oleh keluarga di Surabaya. Mereka menyebutnya rawon Makassar,” pungkas Gatot.

Suwarny dammar
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8436 seconds (0.1#10.140)