Indonesia Krisis Dosen

Sabtu, 31 Januari 2015 - 10:42 WIB
Indonesia Krisis Dosen
Indonesia Krisis Dosen
A A A
JAKARTA - Krisis tenaga pengajar mulai mengancam Indonesia. Tidak hanya kekurangan guru, namun tenaga dosen juga terancam kekurangan. Banyak dosen yang pensiun tidak berimbang dengan jumlah mahasiswa baru.

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Ditjen Dikti Kemenristek Dikti Supriadi Rustad mengungkapkan, kondisi ini sangat berbahaya bagi dunia pendidikan tinggi. Keterlambatan regenerasi dosen ini dikhawatirkan akan memunculkan krisis dosen pada masa mendatang.

“Jumlah dosen makin lama makin berkurang, sedangkan lulusan SMA yang kuliah semakin banyak. Masa-masa sekarang ini momen yang tepat untuk melakukan investasi di bidang SDM (sumber daya manusia), tidak terkecuali dosen,” ungkap Supriadi di sela-sela pembukaan ujian tulis PPG SM3T di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta, kemarin.

Berdasarkan data Kemenristek Dikti, jumlah dosen kurang dari 160.000 orang. Angka ini tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang mencapai 5,4 juta orang. Dari 160.000 dosen itu, sebanyak 30% di antaranya masih lulusan strata 1 (S-1), S-2 separuhnya, dan S-3 hanya 11%. Menurut Supriadi, selama ini tidak ada kesinambungan dalam mencukupi jumlah dosen.

Supriadi mengungkapkan, pihaknya bahkan telah melakukan pemetaan nasional terkait demografi dosen di Indonesia. Terungkap data bahwa dalam kurun waktu 2005-2015, perguruan tinggi di Tanah Air tidak banyak melakukan rekrutmen dosen baru. Sepanjang 2005-2014, ujarnya, jumlah rekrutmen dosen sangat minim. Bahkan ada kalanya dalam satu periode pemerintah tidak melakukan rekrutmen sama sekali misalnya saja kala moratorium calon pegawai negeri sipil (CPNS) beberapa tahun lalu.

Minimnya rekrutmen salah satunya karena sedikitnya jumlah formasi dosen yang dikeluarkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Menurut Supriadi, solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi ketimpangan jumlah dosen ini adalah segera melakukan rekrutmen dosen-dosen baru. Selain itu, pemerintah juga harus memperbanyak beasiswa untuk calon dosen.

“Beasiswa ini diharapkan dapat memancing lebih banyak orang untuk menjadi dosen,” katanya. Menurut dia, tidak mudah mencari mahasiswa S-2 dari perguruan tinggi yang bagus untuk dididik menjadi dosen. Terlebih lagi, tidak semua lulusan S-2 mau menjadi dosen. Karena itu, upaya untuk menarik minat generasi muda menjadi dosen dapat dilakukan dengan pengangkatan menjadi dosen tetap non-PNS dan mendapatkan nomor induk dosen nasional (NIDN) seperti dimiliki dosen tetap lain.

Setelah satu tahun, mereka dapat mengajukan jabatan fungsional sebagai asisten ahli. Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kemenkeu Mokhamad Mahdum mengatakan, Kemendikbud dan LPDP menawarkan beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri (BPP-DN) bagi calon dosen.

“Penawaran beasiswa ini dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dosen PTN maupun PTS agar calon mahasiswa memenuhi kualifikasi akademik syarat menjadi dosen,” kata Mahdum. Secara umum, LPDP menyediakan sekitar 3.100 beasiswa untuk S-2 dan S-3 baik di dalam maupun di luar negeri tahun ini. LPDP pun akan menggelar pameran perdana pendidikan dan beasiswa.

Pameran ini digelar untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap berbagai program dan layanan beasiswa. Selain itu, pameran bertajuk “Edu Fair 2015” itu diselenggarakan untuk memperkenalkan berbagai kebijakan LPDP terkait syarat dan informasi lain bagi masyarakat yang berminat mendapatkan beasiswa sebagai dosen.

Mahdum juga mengatakan, persyaratanuntukmendapatkan beasiswa sedikit diperlonggar mulai tahun ini. Salah satu kebijakan baru terkait syarat mendapatkan beasiswa adalah standar indeks prestasi kumulatif (IPK) dan TOEFL yang lebih fleksibel.

Neneng zubaidah
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5753 seconds (0.1#10.140)