Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Direvisi

Rabu, 28 Januari 2015 - 11:27 WIB
Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Direvisi
Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Direvisi
A A A
JAKARTA - Rapat kerja antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Komisi XI DPR menyepakati revisi asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pertumbuhan diperkirakan lebih rendah dari asumsi sebelumnya 5,8%.

Hasil rapat kerja yang digelar Senin (26/1) malam tersebut menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi dari 5,8% tahun ini menjadi 5,7%. Kondisi terakhir ekonomi global menjadi pertimbangan revisi tersebut. Hasil rapat tersebut selanjutnya masih akan digodok di Badan Anggaran (Banggar) DPR.

“Perbedaannya terkait dengan kondisi terakhir ekonomi global, dampak dari quantitative easing Eropa dan Jepang tak berpengaruh banyak (terhadap ekonomi Indonesia),” ujar Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Bambang mengatakan, pengaruh quantitative easing atau stimulus moneter yang diberikan oleh bank sentral Eropa itu baru akan dirasakan paling tidak setahun setelah dikucurkan.

Berkaca pada pengalaman stimulus moneter AS yang lalu, kata dia, normalnya dampak baru akan dirasakan menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah dua tahun dilaksanakan. “Apalagi, mempertimbangkan kucuran stimulus Eropa tersebut tidak sebesar yang dikucurkan The Fed,” imbuhnya.

Bambang mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang didapatkan dari dampak stimulus bank sentral Eropa bagi perekonomian nasional diperkirakan bisa 0,2%. Sedangkan, sumbangan pertumbuhan ekonomi dari pembangunan infrastruktur bisa mencapai 0,5%. Sayangnya, melihat kondisi global dan domestik yang penuh ketidakpastian, baseline pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun.

Tahun 2014 pemerintah masih mempertimbangkan outlook ekonomi dunia dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2015 mencapai 4%. Meski kemudian diturunkan menjadi 3,8% pada akhir tahun, pemerintah ketika itu masih optimistis pertumbuhan nasional bisa 5,8%. Namun, belum lama ini IMF kembali menurunkan perkiraan pertumbuhan dunia menjadi 3,5%.

Hal itu memaksa pemerintah mengoreksi perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional hanya 5,6%. Tapi, pemerintah memperhitungkan pengaruh stimulus Eropa sebesar 0,1% sehingga pertumbuhan diperkirakan bisa mencapai 5,7%. “Extra effort belanja APBN dan kapitalisasi quantitative easing di Indonesia diupayakan dampaknya berpengaruh positif untuk Indonesia,” tambahnya.

Sementara, Ketua Komisi XI Fadel Muhamad mengatakan, asumsi makro lain yang berubah adalah kurs rupiah yang dipatok lebih rendah dari Rp12.200 per dolar AS yang menjadi usulan pemerintah, menjadi Rp12.500 per dolar AS. Sedangkan, inflasi ditetapkan 5%, dan bunga SPN 3 bulan tetap 6,2%.

Komisi XI juga menambah target pembangunan dalam APBN-P untuk pertama kalinya, yaitu tingkat pengangguran 5,6%, tingkat kemiskinan 10,3%, gini ratio 0,40%, dan indeks pembangunan manusia (IPM) 69,4% dengan metode perhitungan baru. “Komisi XI minta pemerintah dalam memanfaatkan ruang fiskal yang besar diarahkan pada percepatan penurunan kemiskinan penurunan rasio gini, IPM pengurangan gap struktural dan regional, serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha,” tambah Fadel.

Dia menambahkan bahwa Komisi XI ingin pemerintah memanfaatkan ruang fiskal dan memberi perhatian khusus untuk pengusaha menengah dan besar dalam industri. Komisi XI juga meminta tambahan alokasi Rp5 triliun untuk kemajuan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ini merupakan tambahan dari alokasi pemerintah dalam RAPBNP sebesar Rp4 triliun.

Pemerintah telah mengalokasikan Rp4 triliun untuk pengembangan UMKM, yang digunakan untuk jasa penjaminan KUR Rp2 triliun, Rp1 triliun untuk dana bergulir LPDB, dan Rp1 triliun untuk PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Komisi XI pun sepakat melakukan pembahasan khusus soal penyertaan modal negara pada BUMN dalam APBNP 2015 serta sepakat untuk melakukan pembahasan lebih lanjut terkait pendapatan negara dalam APBN-P Tahun 2015.

Komisi XI DPR juga menyarankan agar dalam menyusun RKP dan APBN pemerintah harus mengakomodir UU No 6 2014 tentang Desa. Sementara, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, pertumbuhan 5,7% masih sesuai dengan kisaran perkiraan BI yaitu 5,4-5,8%. “Itu masuk dirange kita. Tapi, itu sangat terkait dengan pemerintah bagaimana akan merealisasikannya,” ujar dia.

Tahun ini menurutnya pemerintah harus mewaspadai berbagai faktor. Antara lain, realisasi realokasi pembangunan. Ini sangat tergantung pada pemilihan proyek infrastruktur yang tepat dan bisa dilaksanakan tahun ini. Selain itu, ekspor juga patut diwaspadai karena harga komoditas masih tertekan yang akan mempengaruhi penerimaan negara.

“Saya melihat, pemerintah dengan menyetujui pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari 5,8%, sudah mencerminkan bahwa pemerintah paham ekonomi dunia memang ada koreksi dan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015,” tambahnya.

Ria martati
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8271 seconds (0.1#10.140)