Dari Diskusi hingga Bersih-bersih Gunung

Selasa, 27 Januari 2015 - 11:17 WIB
Dari Diskusi hingga Bersih-bersih Gunung
Dari Diskusi hingga Bersih-bersih Gunung
A A A
SEMARANG - Mendengar namanya, komunitas ini mudah disimpulkan, para anggotanya sudah pasti adalah bekas anggota organisasi Kerohanian Islam (Rohis) di lingkungan kampus.

Mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi dan masyarakat umum. Lalu apa saja kegiatan komunitas ini? X-Rohis berdiri berawal dari kegelisahan beberapa anggota Kerohanian Islam yang tidak sepaham dengan aturan organisasi yang mewajibkan seluruh kegiatan di kampus harus melalui satu pintu.

Salah satu anggota Rohis, Saiful Ibad akhirnya memutuskan untuk keluar dari organisasi. Setelah itu, dia bertemu dengan Afiv Novianto, mahasiswa Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (Unnes). Ternyata keduanya merasa cocok. Akhirnya pada 2003, Saiful dan Afiv membentuk sebuah kumpulan diskusi dengan mengajak mahasiswa yang sepaham. Kumpulan diskusi ini terus dijalani meski tidak diakui oleh kampus.

“Waktu itu, kami selalu mengangkat tema-tema berbeda di diskusi setiap minggunya. Saat itu kami ada 15 orang yang bergabung,” kata pentolan Komunitas X-Rohis Semarang ini. Saat itu perkumpulan yang dibentuk belum memiliki nama. Setelah dipikirkan selama beberapa waktu kemudian muncullah ide menamainya dengan sebutan Komunitas X-Rohis.

Nama ini diambil lantaran para anggotanya pernah berbeda atau bersilang pendapat serta pemahaman dengan salah satu organisasi kerohanian di kampus mereka masingmasing. Komunitas ini pun memiliki markas di Desa Patemon, Kecamatan Gunungpati. Saat ini, tak hanya diskusi rutin yang dilakukan. Komunitas itu pun terus melebarkan sayapnya ke kegiatan lain, seperti bidang sosial dan kebudayaan.

Tak hanya dilakukan sendiri di dalam komunitas, tapi terkadang juga menggandeng komunitas lain yang memiliki tujuan sama. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan antara lain seperti bakti sosial ke sejumlah panti asuhan di Kota Semarang, bagibagi makanan kepada pengguna jalan, out bond bersama anak-anak yatim, serta memberikan edukasi kepada siswa-siswa sekolah tentang dunia reptil dengan menggandeng komunitas pencinta reptil Unnes (Urea).

Selain itu, juga ada bersihbersih gunung, bersih-bersih candi serta menggelar kegiatan budaya berupa dolanan lombok. Khusus untuk dolanan lombok, kegiatan budaya dilakukan dengan mengelilingi Kelurahan Sekaran dengan menenteng replika cabai dalam bentuk besar. Tak hanya di situ, ketika dolanan lombok itu digelar, para anggota komunitas dibebaskan menggunakan kostum sesukanya dan membagibagikan cabai kepada masyarakat sekitar.

Cabai-cabai yang dibagikan hasil beli dari warung. “Untuk dolanan lombok, sebenarnya konsepnya asalasalan. Sebelum keliling kita beli cabai sebanyak 10 kilogram untuk dibagikan. Saat itu memang harga cabai sedang naik. Kami ingin menyampaikan, meski harga mahal namun budaya masyarakat Jawa Tengah yang cenderung memiliki rasa pedas jangan sampai hilang,” ucap Afiv.

Dari berbagai kegiatan yang digelar, akhirnya juga menarik minat dari berbagai kalangan. Salah satunya masyarakat umum yang ingin bergabung ke dalam komunitas itu. Salah satunya Heri Suprapto, yang sehari-hari bekerja menjadi satuan pengaman (satpam). Di kepincut bergabung pada komunitas yang dinilainya memiliki banyak kegiatan menginspirasi.

“Mulai 2006 saya ikut gabung. Awalnya tidak sengaja, saat saya naik gunung saya bertemu mereka yang waktu itu sedang bersih-bersih sampah di gunung. Lalu saya tertarik dan bergabung,” ujar Heri. Setelah sekian tahun terbentuk, kini jumlah anggota komunitas itu mencapai 50-an orang lebih.

Meski sejumlah anggota mereka tak lagi menimba ilmu di perguruan tinggi, mereka tetap aktif di komunitas tersebut. Minimal dua pekan sekali komunitas itu menggelar ajang kumpulkumpul dan diskusi kecil dengan beragam topik.

Susilo Himawan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5467 seconds (0.1#10.140)