Kasus Kredit Macet Dhiva Diputuskan Awal Maret

Selasa, 27 Januari 2015 - 11:11 WIB
Kasus Kredit Macet Dhiva Diputuskan Awal Maret
Kasus Kredit Macet Dhiva Diputuskan Awal Maret
A A A
JAKARTA - Kasus kredit macet PT Dhiva Inter Sarana telah masuk tahap restrukturisasi. Ini setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan restrukturisasi utang melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Dhiva memiliki waktu hingga 4 Maret 2015 untuk mencapai kesepakatan damai dengan kreditor. Kuasa hukum PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk Duma Hutapea mengatakan, pihak Dhiva telah berstatus PKPU selama 45 hari. Saat ini pihaknya memiliki posisi yang sama dengan kreditor lain. Pengadilan telah mengangkat tim pengurus untuk mengawal proses menuju kesepakatan restrukturisasi.

“Tahap pertama telah kita lalui. Saat ini kekayaan Dhiva Inter Sarana sudah terikat PKPU dan harus berkoordinasi dengan kreditor lainnya. Kita tunggu proposal perdamaian dari mereka apakah disetujui mayoritas kreditor atau tidak nantinya,” ungkap Duma saat dihubungi di Jakarta kemarin. Duma mengatakan, pihaknya kemarin baru mengumumkan di media soal keputusan PKPU sementara dan panggilan untuk mengikuti sidang permusyawaratan.

Di sana juga tertera empat orang pengurus yang ditunjuk untuk menerima kreditor lain dan mengoordinasikan kepada Dhiva. Proses ini akan mengumpulkan korban kredit macet Dhiva lainnya yang memiliki bukti tagihan. “Kami belum tahu kreditor lainnya selain BII. Proses PKPU ini sudah baik bagi semua pihak. Khususnya kalau Dhiva tidak memiliki itikad yang baik untuk menyelesaikan,” ungkapnya.

Dhiva merupakan perusahaan pemasok perlengkapan dan peralatan untuk perusahaan bidang minyak dan gas yang terancam pailit. Dalam sidang permohonan PKPU terhadap DIS selaku termohon I dan Richard Setiawan sebagai termohon II sekaligus penjamin pribadi terbukti termohon I memiliki kreditor lain yaitu PT Bank Permata Tbk. Sedangkan termohon II, Richard, terbukti memiliki utang kepada BII sebesar Rp22 miliar yang dipakai untuk membangun rumah pada 2011.

Salah satu anggota pengurus PKPU sementara Allova Herling Mengko mengatakan, saat ini belum ada kreditor lain yang mengadu. Namun, berdasarkan pengalaman, situasi mulai memanas menjelang pencocokan piutang. Pihaknya akan mengikuti amanat regulasi untuk kedua belah pihak.

“Kami menjalankan dwi kepengurusan bersama dan melakukan administrasi tagihan. Saat ini masih kondusif karena baru diumumkan di media,” ujar Allova kemarin. Dia mengingatkan, pihak Dhiva harus menyiapkan proposal penyelesaian untuk berdamai. Ini yang harus diterima mayoritas kreditor. Kalau dalam rapat musyawarah nanti proposal itu ditolak, hari itu juga perusahaan dapat dinyatakan pailit.

“Tergantung bagaimana lobi di antara mereka nanti. Tanggal 4 Maret dijadwalkan sudah ada keputusan,” ujarnya. Sementara kuasa hukum Dhiva, Rico Pandeirot, mengatakan, kliennya belum merancang proposal penyelesaian. Pihaknya belum mengetahui jumlah utang dari seluruh kreditor. Namun, dia meyakinkan Dhiva siap mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Klien kami PT Dhiva saat ini belum mendapat panggilanrapatkreditor. Intinyaklien kami siap untuk restrukturisasi utang,” kata Rico kemarin. Sesuai dokumen permohonan PKPU, per 17 Desember 2014, Dhiva memiliki utang ke BII sekitar USD67,67 juta. Perinciannya, utang pokok senilai sekitar USD53,59 juta, utang bunga sekitar USD2,67 juta, dan denda sekitar USD11,41 juta.

Dhiva juga memiliki utang kepada Bank Permata senilai Rp304,23 miliar. Dhiva juga diduga memiliki utang yang berpotensi gagal bayar ke Bank DBS Indonesia sebesar Rp197,79 miliar, Bank Central Asia Tbk senilai Rp850 juta, PT Orix Indonesia Finance senilai Rp807,21 juta, Bank CIMB Niaga Rp14,23 miliar, dan kepada BRI senilai Rp33 miliar.

Majelis hakim mengesampingkan keberatan Dhiva karena dinilai tidak dapat membuktikan bantahannya. Sebelumnya Dhiva menyatakan mampu membayar utang kepada BII dan kreditor lain. Hakim juga menolak eksepsi (keberatan) yang diajukan Dhiva.

Isi keberatan Dhiva, permohonan PKPU oleh BII cacat hukum karena tak ditandatangani Direksi BII. Sebelumnya Direktur Perbankan Ritel BII Lani Darmawan menegaskan bahwa kasus ini tidak bersifat sistemik bagi perseroan. Kasus ini semata merupakan kasus kredit macet antara bank dan nasabah. “Kami menindaklanjuti sesuai proses hukum,” ujar Lani.

Hafid fuad
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7161 seconds (0.1#10.140)