Jangan Coba-coba Minta Dilayani Roomboy

Minggu, 25 Januari 2015 - 10:06 WIB
Jangan Coba-coba Minta Dilayani Roomboy
Jangan Coba-coba Minta Dilayani Roomboy
A A A
Di antara kota besar lain di Indonesia, Bandung memang terhitung paling nyaman untuk di sing - gahi. Udaranya sejuk, banyak tempat wisata kreatif, dan kuliner unik, menjadi daya pikat ibu kota Jawa Barat ini. Dengan alasan ceruk yang seksi, sejumlah investor properti pun berlomba-lomba men dirikan hotel dan apartemen dengan beragam konsep.

Dalam satu dekade, sudah lebih 400 hotel dibangun di Bandung. Hotel di Bandung pun menjadi over supply. Imbasnya, kini hotel berbintang kebingungan menetapkan tarif. Bila terlalu mahal kemungkinan terbesar memang ditinggalkan tamu. Sebaliknya, jika banting harga besar-besaran, pengelola hotel akan terancam nombok alias tak bisa mengganti biaya operasional. Bagi pengusaha hotel, persaingan berdarah-darah ini bukan sebuah persoalan buntu.

Demi melanggengkan eksistensinya, kini muncul hotel come and go. Ada juga yang mengistilahkannya sebagai budget hotelatau simple hotel. Intinya, konsep baru ini ditawarkan sebagai alternatif baru bagi para tamu yang selalu memburu tempat menginap yang nyaman, namun bisa mendapatkan kamar dengan harga semurah-murahnya. “Karena terlalu banyak hotel, akhirnya kami harus putar otak dan main konsep.”

“Kalau bangun hotel berbintang yang mahal bisa saja. Permasalahannya, sekarang pasarnya masih ada enggak?” ujar General Manager Ibis Budget Asia Afrika Ulil Azmi kepada KORAN SINDObelum lama ini . Menurut dia, hotel berbintang dengan tarif mahal harus bisa menyesuaikan kondisi pasar saat ini. Para wisatawan akan terus berdatangan ke Bandung karena sektor wisata terus berevolusi.

Sangat disayangkan jika peluang ini tak bisa dimanfaatkan pengusaha hotel dengan alasan ingin memertahankan tarif dan kelas hotel. “Wisata ke Bandung saat ini serbamudah dan murah untuk cari hotel. Kalau ingin ikut bersaing, memang harus menyesuaikan dengan tren, yakni memberi tarif murah namun pelayanan tetap oke,” kata Ulil. Adaptasi para pemilik hotel ini membuat tren menginap di hotel Bandung sudah mengalami pergeseran signifikan.

Dulu bermalam di hotel menjadi sebuah ritual yang bergengsi. Tak heran hanya orang yang berduit yang bisa menikmati fasilitasnya. Namun saat ini, kata dia, pangsa pasarnya sudah tak dapat diukur lagi. “Ketika hotel jualan kamar Rp300.000 per malam, udah deh jangan lagi bicara nilai prestisius atau penanda dari status sosial. Harga murah ini terpaksa kami terapkan untuk mengejar tren pasar. Konsekuensinya jangan harap dilayani oleh bell boy atau room boy ketika butuh sesuatu. Para tamu yang justru harus aktif,” tambahnya.

Dia bercerita, dengan maraknya pembangunan hotel baru di Bandung, akhirnya wisatawan pun enggan memilih tempat yang memasang tarif yang terhitung tinggi. Kisaran harga antara Rp300.000- 500.000 per malam menjadi incaran para tamu. Sementara yang memasang banderol di kisaran Rp1 juta-1,5 juta per malam, maka nasibnya memang sepi pengunjung. Berbagai promo yang mereka lakukan, tetap tidak akan menolong selama tarif masih tinggi.

Lucunya, manajer muda ini masih saja menemui tamu simple hotel yang ingin dilayani bak raja. Koper ingin diantar ke kamar, disuguhi sarapan ke kamar, dan sederet keinginan lainnya. “Semaksimal mungkin kami terus edukasi tamu bahwa konsep hotel murah itu cuma buat tidur saja. Semua serbaminimalis. Tapi tetap saja kami memikirkan semua kebutuhan para tamu. Kalau ada pegawai, biasanya spontan saja disuruh bantuin angkat tas tamu atau kebutuhan lainnya,” bebernya.

Serba minimalis buka berarti minim kenyamanan. Di Ibis Asia Afrika misalnya, setiap kamar dilengkapi dengan fasilitas bunk bed, TV LED, shower air panas serta jaringan wifi di setiap kamar. Mia salah satu penikmat simple hotel mengungkapkan, di Kota Bandung berjamur hotel dengan konsep minimalis. Namun hanya ada beberapa merek yang memenuhi kriteria. Dia membandingkan dengan konsep budget hotel di Singapura.

“Di Singapura konsep mi - nimalis biasanya cuma nggak ada sarapan saja, selebihnya lengkap seperti layaknya hotel berbintang. Kesal juga sih kalau di kamar tidak disediakan air minum, nggak ada pengering rambut sama air panas. Kalau mengikuti standar budgetkan seharunya tetap ada,” cerita Mia.

Dia pun berbagi tips bagi wisatawan sebelum memutuskan menginap di simple hotel. Kata dia, alangkah baiknya untuk membuat perbandingan terkait fasilitas dan lokasi. Tak sedikit dari simple hotel dibangun dengan pelayanan yang buruk, bahkan terkesan dipaksakan hanya karena alasan tren.

Dini Budiman
Kota Bandung
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6975 seconds (0.1#10.140)