Konflik KPK-Polri Tanggung Jawab Presiden

Sabtu, 24 Januari 2015 - 12:46 WIB
Konflik KPK-Polri Tanggung Jawab Presiden
Konflik KPK-Polri Tanggung Jawab Presiden
A A A
JAKARTA - Konflik Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian memanas pasca penangkapan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto oleh penyidik Bareskrim kemarin.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) punya tanggung jawab besar untuk menyelesaikan perseteruan dua lembaga hukum tersebut. Mantan anggota Tim-8 Kasus Cicak- Buaya Hikmahanto Juwana menilai dalam penyelesaian kasus KPK dan Polri, Presiden Jokowi harus memperhatikan bagaimana persepsi publik melihat masalah ini.

”Pernyataan Presiden Jokowi terkait penangkapan dan pemeriksaan Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri kurang memadai untuk meredam situasi yang saat ini terjadi,” katanya di Jakarta kemarin. Persepsi publik yang harus diperhatikan oleh presiden ada tiga hal. Pertama, penetapan Budi Gunawan dan pemeriksaan atas Bambang Widjojanto, siapa yang menurut publik di antara keduanya dianggap bersih.

Kedua, di antara dua orang ini, siapa yang dipersepsikan oleh publik sebagai merekayasa perkara yang dihadapi. Ketiga , dalam persepsi publik, siapa yang berkomitmen agar Indonesia terbebas dari korupsi. Guru Besar Hukum Internasional UI ini mengatakan persepsi publik meski tidak didasarkan pada bukti-bukti hukum, menjadi penting.

Karena dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki saat ini, publik memiliki logikanya sendiri. Menurut dia, publik akan bersedia berhadapan dengan para elite, dan bila perlu dengan presiden jika presiden tidak sejalan dengan logikanya. Kecuali logika publik dapat dipatahkan secara meyakinkan. ”Bila tidak, negara akan berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan,” paparnya.

Mantan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah menyayangkan perseteruan antara Polri dan KPK terulang lagi. ”Saya harap (Presiden) Jokowi dapat menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya. Jadi, kuncinya ada di Pak Jokowi,” tutur Chandra. Komisaris PLN ini berharap situasi sekarang dapat selesai dengan baik. ”Saya tidak mau mendugaduga atau persepsi apa pun terhadap masalah ini,” terangnya.

Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mendorong Presiden turun tangan dengan membentuk tim khusus guna menengahi perseteruan KPK dan Polri. ”Seperti saat kasus Bibit-Chandra dengan Polri dulu, Presiden SBY langsung membentuk Tim 8, dan selesai,” kata peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim.

Menurut Hifdzil, Jokowi sebagai pimpinan negara perlu segera mengambil sikap tegas. ”Kami berharap presiden tidak memberikan sikap yang ambigu dengan membiarkan persoalan ini menggelinding terlalu lama. Jangan sampai publik menjadi bingung dengan opini yang simpang siur,” ucap dia.

Menurut dia, merebaknya isu nonhukum yang tidak ada kaitannya dengan penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka rentan dimanfaatkan oleh oknum kekuatan birokrasi untuk bersatu melemahkan KPK. ”Isu-isu itu akan menjadi bola liar yang rawan ditunggangi oleh pihak yang selama ini merasa terganggu terhadap kinerja KPK,” tuturnya.

Sementara pasca penangkapan Bambang, Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla siang kemarin secara mendadak menerima pimpinan KPK Abraham Samad, Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, dan Kabareskrim Irjen Pol Budi Waseso di Istana Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, Presiden didampingi Menko polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Pertemuan Presiden dengan para tamunya itu berlangsung sekitar 1,5 jam dan diakhiri dengan keterangan pers tanpa pertanyaan dari wartawan. Dalam kesempatan itu, Jokowi meminta kepada institusi Polri dan KPK untuk menjalankan tugasnya masing-masing dan menghindari terjadinya gesekan.

Menurut dia, media juga harus ikut membantu dengan menyampaikan pemberitaan yang objektif di tengah proses hukum kedua institusi ini. ”Saya menyampaikan terutama kepada Ketua KPK dan Wakapolri, sebagai kepala negara saya meminta kepada institusi Polri dan KPK, memastikan bahwa proses hukum yang ada harus objektif dan sesuai dengan aturan undang-undang yang ada,” ujar Presiden.

Ditangkap saat Antar Anak Sekolah


Bareskrim Mabes Polri menangkap Bambang Widjojanto di Jalan Tugu Raya sekitar pukul 07.30 WIB. Saat ditangkap, Bambang baru saja mengantar anak bungsunya, Muhammad Yattaqi, 10, ke SD Nurul Fikri, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Saat itu Bambang mengantar Taqi bersama Nabila Izzat, 20, anak keduanya.

Arta Sibarosa, 41, salah satu saksi, mengatakan bahwa saat kejadian ada beberapa polisi bersenjata di lokasi. Selain itu, ada juga beberapa anggota yang berpakaian preman. Satu mobil patroli polisi juga terlihat di lokasi. Penangkapan terjadi di depan sebuah butik. Ketika mobil Bambang melintas menuju Jalan Juanda, seorang polisi turun dari mobil patroli dan menghentikan mobil Bambang.

”Yang bawa mobil (Bambang) turun diborgol, lalu dibawa naik mobil polisi. Tidak melawan bapak itu, dia ikut saja,” kata Arta. Saat itu Bambang memakai koko putih, sarung, dan kopiah. DalammobilBambangsaat itu, ada juga perempuan yang ikut bersama Bambang dan polisi. Namun, wanita berjilbab itu tidak diborgol.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Sompie menjelaskan, penangkapan tersangka berawal dari laporan masyarakat LP Nomor 67/I/ 2015 tertanggal 15 Januari 2015 dengan pelapor bernama H Sugianto Sabran terkait kasus menyuruh memberikan keterangan palsu dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pemilukada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010 lalu.

Atas dasar itu, tim penyidik Bareskrim Polri kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah alat bukti yang sah untuk bisa memeriksa tersangka. Ronny menyebutkan ada tiga alat bukti yang sah yang menjadi dasar penangkapan tersangka, yakni keterangan dari saksi sebanyak empat orang, keterangan saksi ahli dua orang, dan alat bukti surat berupa dokumen yang berisi tindakan yang menyuruh memberikan keterangan palsu di pengadilan.

”Itu semua sudah terpenuhi sehingga pemeriksaan tersangka bisa saja dilakukan dengan penangkapan, tidak perlu harus melalui sebuah pemanggilan. Artinya, langkah ini telah sesuai dengan hukum acara pidana, proporsional dan itu dipertanggungjawabkan oleh penyidik dan dipimpin oleh Kabareskrim Polri,” tegasnya di Bareskrim Mabes Polri kemarin.

Menurut Ronny, Bambang dijerat dengan Pasal 242 jo Pasal 55 KUHP, yaitu menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang di MK dengan ancaman kurang lebih tujuh tahun penjara. ”Penangkapan sangat manusiawi, dijelaskan surat-suratnya yang menjadi dasar, beliau juga welcome saat dibawa ke Bareskrim Mabes Polri,” jelasnya.

Ditahan

Setelah berada di Bareskrim Polri sekitar 16 jam, tadi malam Bambang resmi ditahan. Penyidik memutuskan untuk menahan mantan aktivis itu karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti atau memengaruhi saksi. Kepastian penahanan itu disampaikan pengacara senior Todung Mulya Lubis seusai bertemu penyidik.

Todung mengungkapkan, Bambang Widjojanto sudah menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP). Ada delapan pertanyaan yang diajukan. Namun, Bambang berkeberatan menjawab karena pasal yang dituduhkan yakni pasal 242 jo Pasal 55 KUHP dianggap tidak jelas.

”Pasal 242 ayat berapa, apakah ayat 1 atau 2 dan jo Pasal 55 apakah ayat 1, 2, atau 3,” ujarnya di Mabes Polri tadi malam. Terkait dengan penahanan tersebut, pihaknya siap mengajukan penangguhan penahanan. ”Padahal, Wakapolri sebelumnya sudah sampaikan bahwa Bambang nggak ditahan. Saya minta Kapolri komitmennya,” jelasnya.

Siap Praperadilan

Kuasa hukum Bambang Widjajanto dari LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana mengatakan, pihaknya melakukan pendampingan kepada Bambang yang kini menjalani pemeriksaan di lantai dua Bareskrim Mabes Polri. ”Saya langsung bertemu dengan Pak Bambang untuk konsultasi mempersiapkan pemeriksaan, tapi mereka tidak membolehkan.

Namun, Bambang mengaku akan mempertanggungjawabkan secara konstitusional, hukum, dan etika sebagai tersangka,” jelasnya. Anggota Tim Hukum Penyelamat KPK ini menilai ada kesalahan prosedur dari penyidik Bareskrim Polri saat melakukan penangkapan terhadap Bambang Widjojanto.

”Jadi ada dua surat, yaitu surat penggeledahan dan surat penangkapan yang tidak diberikan, meski sudah diminta oleh Bambang. Kita juga mengajukan penangguhan penahanan, kita tunggu 1x24 jam sampai besok (hari ini) pukul 7.30 WIB,” jelasnya. Pihaknya akan melakukan praperadilan sebab penangkapannya janggal.

Sementara itu, ratusan tokoh dan elemen masyarakat menentang langkah Bareskrim Polri dan Presiden Jokowi atas penangkapan dan penetapan tersangka Bambang. Sejak pukul 11.05 WIB kemarin, para tokoh datang untuk memberikan dukungan kepada KPK. Sebagian yang lain juga banyak elemen masyarakat yang memberikan dukungan kepada Polriyang telah menangkap Bambang.

Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP menyatakan penangkapan Bambang menunjukkan ada kesewenang-wenangan. Baginya, penangkapan Bambang dengan diborgol oleh Polri tidak mengedepankan etika di depan hukum. Menurutnya, Bambang adalah pejabat negara, tapi ditangkap ketika baru saja mengantarkan anaknya di sekolah.

KPK atas nama lembaga tentu akan bersikap terhadap apa yang dipertontonkan oleh Polri. Menurutnya, apa yang disampaikan Jokowi atas polemik yang terjadi belakangan dan penangkapan Bambang tidak menunjukkan sebagai seorang presiden. ”Saya sebagai pegawai KPK menyampaikan, Pak Jokowi bertindaklah yang tegas dan cerdas. Dengan bahasa terang. Karena sejarahlah yang akan mencatat apakah Anda sebagai pro pemberantasan korupsi atau sebaliknya,” kata Johan tadi malam.

Sucipto/Alfian faisal/Sabir laluhu/R ratna purnama/Rarasati syarief/Okezone/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3910 seconds (0.1#10.140)