Kapasitas Kilang Digenjot Dua Kali Lipat

Sabtu, 24 Januari 2015 - 12:25 WIB
Kapasitas Kilang Digenjot Dua Kali Lipat
Kapasitas Kilang Digenjot Dua Kali Lipat
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) tengah mengerjakan Refining Development Masterplan Progam (RDMP) guna meningkatkan kapasitas kilang dalam negeri. Program ini akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak menjadi dua kali lipat dari saat ini.

Vice President Strategic Planning, Business Development, and Operation Risk Direktorat Pengolahan Pertamina Achmad Fathoni Mahmud mengatakan, pengembangan kapasitas tahap pertama akan dilakukan di tiga kilang, yakni di Balongan, Cilacap, dan Balikpapan, yang ditargetkan bisa selesai pada 2020-2021. Sedangkan, dalam tahap kedua dilakukan di Kilang Dumai dan Plaju yang ditargetkan selesai 2025.

“Apabila proyek ini tuntas, maka kita akan memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik,” kata Achmad di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, kemarin. Menurut dia, program RDMP telah berhasil menggaet tiga calon investor, yaitu Saudi Aramco, Sinopec, dan JX Nippon Oil and Energy Japan.

Perusahaan ini digandeng untuk mengolah minyak mentah jenis sour yang memiliki kandungan sulfur tinggi. Dengan kualifikasi kilang demikian, Pertamina nantinya akandapatmemanfaatkan minyak mentah yang lebih murah dan dengan jumlah produk yang lebih banyak. Achmad menuturkan, saat ini kilangBBMPertaminakebanyakan menggunakan minyak mentah jenis light sweet crude yangharganya relatiflebihmahal.

“Di dukung dengan kompleksitas yang tinggi, margin akan semakin baik sehingga secara rata-rata akan menjadi yang paling kompetitif di kawasan Asia Pasifik,” jelasnya. Program RDMP ini akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820.000 barel per hari (bph) menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat.

Fleksibilitas kilang juga akan meningkat, di antaranya kemampuan untuk mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2% di mana saat ini kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi hanya 0,2%. Dengan kompleksitas tinggi, lanjutnya, produksi BBM yang dihasilkan akan naik sekitar 2,5 kali lipat dari 620.000 bph saat ini menjadi 1,52 juta bph dengan produk utama gasoline (bensin) dan diesel (solar).

“Produk-produk tersebut akan memiliki kualitas tinggi yang comply terhadap standar Euro IV,” terangnya. Di tempat yang sama, VP Refining Technology Direktorat Pengolahan Budi Santoso Syarif mengungkapkan, kondisi kilang Pertamina rata-rata sudah tua. Kilang-kilang itu juga didirikan antara tahun 1920-1990, yang desain awalnya adalah untuk mengolah minyak mentah lokal yang umumnya jenis light sweet.

“Hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat itu, yaitu premium, kerosene (minyak tanah), dan solar,” ujarnya. Budi mengatakan, dengan fluktuasi harga minyak mentah, regulasi produk yang berubah dan tuntutan akan perlindungan terhadap lingkungan yang semakin ketat, maka program itu menjadi sangat relevan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.

RDMP diharapkan juga akan meningkatkan ketahanan energi nasional karena akan mengurangi ketergantungan impor BBM. Achmad mengatakan, ketahanan energi Indonesia dalam menyuplai BBM ke masyarakat masih jauh dari harapan. Negara hanya mampu memproduksi kebutuhan BBM bagi masyarakat sebesar 48%, yang terdiri dari mogas, diesel, dan minyak tanah.

Persentase itu, kata dia, berdasarkan survei statistik pada 2013. Menurutnya, jika tidak dilakukan tindakan dalam memperbesar porsi peran domestik dalam menyuplai kebutuhan BBM, maka persentase ini akan terus turun. “Kalau tidak melakukan apapun, maka peran domestik untuk menyuplai BBM ke masyarakat hanya sebesar 38%,” tuturnya.

Namun dibandingkan Vietnam, Indonesia masih lebih bersaing dan mandiri dalam menyuplai kebutuhan BBM. Vietnam menurutnya menjadi salah satu negara yang cukup bergantung dengan negara lain dalam memenuhi kebutuhan BBM. “Vietnam lebih parah dari Indonesia. Dia impor BBM lebih banyak dari kita,” ucapnya. Namun dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Australia, Indonesia jauh tertinggal dalam rangka kemandirian energi.

Nanang wijayanto
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2793 seconds (0.1#10.140)