Sistem Pemakaian Rusunawa Harus Jelas di Awal

Jum'at, 28 November 2014 - 13:44 WIB
Sistem Pemakaian Rusunawa Harus Jelas di Awal
Sistem Pemakaian Rusunawa Harus Jelas di Awal
A A A
MEDAN - Tawaran wali kota kepada warga korban penggusuran di bantaran rel kereta api Jalan Timah, Kelurahan Pandau Hulu II, Kecamatan Medan Area, agar pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dinilai positif.

Akan tetapi, Pemko Medan perlu mempertegas sistem pemakaiannya sejak awal sehingga tidak menimbulkan persoalan baru. “Harus disampaikan secara jelas bagaimana aturannya, termasuk di dalamnya harga sewa per bulan dan lainnya. Jangan hanya sekadar disuruh masuk begitu saja. Dengan demikian tidak ada persoalan baru yang muncul di belakang hari nanti,” ujar Ketua Komisi C DPRD Kota Medan, Salman Alfarisi, kemarin.

Ia juga meminta Pemko Medan menyiapkan tempat layak untuk warga sehingga mereka nyaman dan aman tinggal di rusunawa itu. “Jangan sampai mereka disuruh pindah ke sana dan bayar, tapi tempatnya tidak layak. Kalau sekarang dianggap masih kurang layak, harus segera diperbaiki sehingga mereka (warga Jalan Timah) itu mau pindah ke sana,” ungkapnya.

Namun, ia juga mengingatkan Pemko Medan agar tidak salah mengambil kebijakan membantu warga korban penggusuran itu, misalnya membebaskan uang sewa. Hal ini bisa dilakukan, tapi maksimal tiga bulan setelah itu bayar sewa sesuai aturan. “Bisa saja dikeluarkan kebijakan semacam itu, tapi harus dipertimbangkan dengan matang. Jangan sampai merugikan juga,” katanya.

Sekda Kota Medan Syaiful Bahri Lubis mengaku tidak bisa komentar, mengingat rencana pemindahan warga korban penggusuran di Jalan Timah ke rusunawa adalah kebijakan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. “Kapan atau bagaimana teknisnya, itu kebijakan (wali kota) tidak bisa saya komentari,” ucapnya.

Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebelumnya menawarkan kepada warga korban penggusuran untuk tinggal di rusunawa milik Pemko Medan, yakni rusunawa di kawasan Kayu Putih, Tanjung Mulia dan rusunawa di Kelurahan Sei Mati, Medan Labuhan. “Kalau mereka mau tinggal di rusunawa nanti akan kami siapkan,” kata Eldin.

Sementara warga Jalan Timah korban penggusuran hingga kemarin belum mengetahuiakan tinggal di mana. Mereka masih memilih bertahan di Jalan Timah dengan menggunakan tenda dan tidur di warung-warung warga setempat dan musala. Barang-barang mereka maupun sisa-sisa bangunan juga masih tertumpuk di sana. “Kami belum tahu tinggal di mana. Kami juga belum tahu kalau mau dipindahkan ke rusunawa. Kapan rupanya? Siapa yang bilang,” kata Yeyen, salah seorang warga.

Dia mengungkapkan, saat ini warga yang rumahnya dibongkar sedang mengupayakan meminta biaya ganti rugi kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI). “Kami sedang kumpulkan KTP untuk minta uang ganti rugi. Minimal dapat uang mengangkut baranglah,” katanya.

Humas PT KAI Divre Sumut- Aceh, Jaka Jakarsih sebelumnya mengatakan, uang ganti rugi kepada warga tidak akan diberikan, mengingat pembongkaran bangunan dilakukan sendiri oleh PT KAI.

“Sebelumnya, kami sudah usulkan memberikan Rp1,5 juta untuk dana pengganti pembongkaran rumah, tapi mereka menolak. Kalau sekarang tidak lagi (diberikan ganti rugi) karena warga bukan membongkar sendiri, tapi kami yang membongkarnya,” kata Jaka, kemarin.

Reza Shahab
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4622 seconds (0.1#10.140)