Frustrasi Bola

Jum'at, 28 November 2014 - 10:03 WIB
Frustrasi Bola
Frustrasi Bola
A A A
Kebanggaan masyarakat terhadap sepak bola Tanah Air kembali terjerembab ke jurang paling dalam. Hal ini setelah Indonesia kalah dengan status sangat memalukan dalam pertandingan Piala AFF 2014 di Vietnam kontra Filipina, yakni dengan skor 0-4.

Sebelumnya, tim asuhan Alfred Riedl ini bermain imbang dengan tuan rumah Vietnam. Dengan hanya mengantongi satu poin plus kekalahan besar tersebut, hanya dengan mukjizatlah timnas bisa melangkah ke babak selanjutnya. Dalam pertandingan sepak bola, kalah menang sudah biasa.

Bangsa ini juga sudah terbiasa menelan kekecewaan dalam setiap event yang melibatkan timnas senior karena mereka sudah terlalu lama tidak pernah mempersembahkan prestasi maksimal. Tapi, pada konteks kekalahan dalam laga versus Filipina, hal tersebut benar-benar memukul martabat bangsa ini.

Betapa tidak, selama ini timnas Indonesia telah mencetak rekor manis dalam sejarah pertemuan dengan Filipina. Dalam 20 kali pertemuan sebelumnya, Indonesia 18 kali sukses meraih kemenangan sempurna dan 2 sisanya berakhir dengan hasil imbang. Bahkan, skuad Garuda pernah membuat The Azkals julukan timnas Filipina babak belur dengan skor 13-1. Tapi, rekor manis tersebut seolah luruh begitu saja. Dalam pertemuan di Vietnam (25/11), Indonesia dihajar tanpa ampun dengan skor yang cukup telak.

Phil Younghusband bukan menang karena beruntung, tapi menunjukkan kedigdayaannya atas Firman Utina dkk. Pemain Indonesia, yang konon adalah pemain terbaik diTanah Air, plusbeberapa pemainan naturalisasi yang digadang-gadang bisa mendongkrak pamor dan prestasi timnas, benar-benar tidak ada apa-apanya. Kekalahan telak pun sangat memalukan.

Masyarakat, terutama penggila bola, pun meradang dengan sejumlah pertanyaan seperti mengapa timnas Indonesia tidak juga menunjukkan perkembangan, sementara negara-negara di kawasan justru menunjukkan perkembangan yang sangat pesat seperti ditunjukkan Filipina? Terus dengan cara apa Indonesia bisa membangkitkan kembali prestasi sepak bola?

Hal menyesakkan ini semakin berasa menjadi frustrasi jika mengingat timnas U-19 juga terdepak tanpa meraih satu poin pun dalam AFC Cup U-192014 diMyanmar beberapa waktu lalu. Dengan perasaan frustrasi demikian, pertanyaan yang muncul pun lebih mendalam, yakni apakah benar genetika Indonesia memang tidak cocok untuk bermain bola? Kalau demikian, untuk apa bangsa ini repot-repot mengikuti kompetisi internasional kalau hasilnya selalu mengecewakan?

Tentu, siapa pun tidak berharap rasa frustrasi ini berujung pada skeptisisme terhadap sepak bola Tanah Air. Sangat disayangkan semangat para pencinta bola yang selalu beriringan dengan semangat nasionalisme melalui symbol Merah Putih dan Garuda didada beringsut begitu saja. Jangan sampai lagu Indonesia Raya tidak lagi menggema di Stadion Gelora Bung Karno yang terkadang merontokkan ai rmata kala timnas tercinta sedang bertarung dengan lawan.

Menjaga kecintaan masyarakat terhadap bola dan semangat nasionalisme di dalamnya tentu membutuhkan upaya ekstrakeras. Namun apakah cukup rasa frustrasi itu terobati hanya dengan mengganti penggawa timnas karena sudah tidak menjanjikan lagi? Entahlah, apalagi selama ini memang sangat sulit menemukan talenta yang mempunyai kemampuan intelektual, fisik, dan motivasi yang sangat kuat.

Atau apakah cukup dengan hanya memecat Alfred Riedl? Entahlah, toh selama ini silih ganti pelatih tidak juga membawa perbaikan prestasi? Atau harus melakukan perombakan besar-besaran di kalangan pengurus PSSI? Lagi-lagi entahlah karena selama ini mereka yang menguasai lembaga tersebut selalu merasa paling otoritatif dan paling mengerti bola.

Mereka selalu mempunyai seribu alasan untuk berapologi atas setiap kekalahan dan kemudian dengan lihainya menebar janji dengan sekian evaluasi yang ditawarkan meski pada akhirnya mereka hanya mampu mempertebal rasa frustrasi.

Pada akhirnya, semua tanggung jawab kembali ke pemerintah, dalam hal ini Menpora Imam Nahrawi. Dia pun sudah menyadari betul kekecewaan yang dirasakan masyarakat atas jebloknya prestasi timnas. Dia sudah memahami kekalahan atas Filipina harus menjadi momentum evaluasi timnas secara keseluruhan.

Dia juga mengetahui bahwa evaluasi tidak cukup hanya berhenti pada pemecatan Alfred Riedl. Tapi apakah seruan evaluasi total dan dialog denganelite PSSIbisa menyelesaikan masalah? Semoga nanti ada hasil dan perbaikan, bukan malah mempertajam frustrasi menjadi antipati.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4683 seconds (0.1#10.140)