Diajak Tinggal di Rusunawa

Kamis, 27 November 2014 - 13:31 WIB
Diajak Tinggal di Rusunawa
Diajak Tinggal di Rusunawa
A A A
MEDAN - Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, menawarkan kepada warga korban penggusuran dari bantaran rel kereta api di Jalan Timah, Kelurahan Pandau Hulu II, Kecamatan Medan Area, untuk tinggal di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemko Medan.

“Kalau mau tinggal kita siapkan di rusunawa,” ujar Eldin, kemarin. Eldin mengaku tidak akan banyak mencampuri masalah ini karena merupakan persoalan antara warga dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Meski begitu, mengingat mereka juga merupakan warga Medan, Pemko Medan tentu tidak ingin membiarkan begitu saja.

Karena itu, sebagai solusinya, Eldin menawarkan kepada warga korban penggusuran untuk menempati rusunawa milik Pemko Medan, yakni rusunawa di kawasan Kayu Putih, Tanjung Mulia; dan rusunawa di Kelurahan Sei Mati, Medan Labuhan. “Sekarang (suasananya) masih pendinginan dulu, setelah itu akan kami lakukan pendataan dan melihat kondisi masyarakatnya dulu. Kalau mereka mau tinggal di rusunawa nanti akan kami siapkan,” kata Eldin.

Sementara ratusan warga korban penggusuran terlihat luntang-lantung karena sudah tidak memiliki tempat tinggal.Berdasarkan pantauan KORAN SINDO MEDAN, sejak rumah mereka dihancurkan pada Selasa (25/11), masih banyak yang bertahan di kawasan Jalan Timah.

Ketika malam tiba, sebagian warga memilih tidur berhimpitan di Musala Al Ikhlas yang berada di sisi kiri rel kereta api. Sementara yang lain ada yang memilih tidur di meja-meja lapak jualan pedagang di Pasar Timah. “Lihatlah ini, kami makan pun sekarang dari bantuan tetangga yang tak tega melihat saya dan anak-anak,” ujar Heni, 42, salah seorang korban penggusuran, kemarin.

Heni yang rumahnya sudah rata dengan tanah memang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini dia harus berjuang untuk bisa melanjutkan hidup. Apalagi setelah suaminya meninggal dunia, dia harus berjuang seorang diri untuk menghidupi dan menyekolahkan tujuh anaknya.

“Saya tidak tahu lagi mau ke mana membawa anak-anak saya. Saya akan tetap bertahan di sini. Semalam kami tidur berhimpitan di musala. Tapi anak saya yang (berusia) tiga tahun tidak bisa tidur. Dia terus menangis dan bilang, Mak.. Ayolah kita pulang ke rumah,” ujar Heni sambil meneteskan air mata.

Warga lainnya, Ani, 44, juga mengaku belum memiliki tempat tinggal. Dia pun terpaksa tidur beralaskan tripleks di sudut puing-puing rumahnya yang sudah hancur. “Tadi malam saya tidur beralas tripleks di sini, mau ke mana lagi? Hanya ini rumah yang saya punya. Dari kecil saya sudah tinggal di sini, makanya saya akan tetap bertahan di sini,” kata Ani.

Dia kecewa karena pihak kelurahan ternyata tidak ada yang mau membantu mereka. Hingga kemarin, belum ada pihak kelurahan yang datang memberikan bantuan.

“Lurah kami itu tak peduli dengan warga, sampai sekarang mana ada mereka mendatangi kami, padahal kami semua membayar tinggal di sini. PBB kami bayar setiap tahun, tapi ketika kami digusur seperti ini tak ada perhatian mereka sedikit pun,” ujar Ani dengan nada kesal.

Jual Puing untuk Biaya Hidup

Sementara itu, Ani dan sejumlah warga terlihat mulai menjual puing-puing rumahnya kepada pemborong material bangunan bekas di Jalan Pahlawan. Pekerja dari pemborong material bangunan bekas terlihat mulai mengumpulkan barang-barang bekas yang masih bisa digunakan, seperti seng, balok, broti, dan papan.

Dari puing-puing itulah warga bisa mendapatkan uang untuk menyambung hidup. ”Saya borongkan Rp1 juta, dari sanalah nanti untuk biaya makan saya,” kata Ani. Begitu juga warga lainnya, Misnaini, 55. Dia menjual material bekas rumahnya kepada pemborong sekitar Rp1,5 juta. “Lumayanlah nanti bisa menambah kami mencari-cari rumah sewa, karena mau ke mana lagi kami kalau tidak mencari rumah sewa,” kata Misnaini.

Terpisah, Humas PT KAI Divre Sumut-Aceh, Jaka Jakarsih, memastikan pembongkaran bangunan yang berada di bantaran rel Jalan Timah akan dilanjutkan. Sebab, status warga yang tinggal di lokasi itu merupakan penyewa di tanah milik PT KAI.

“Makanya, ketika kami sekarang mau menggunakan lahan itu, tentu kami harus menggusur mereka. Sebelumnya kami sudah usulkan untuk memberikan Rp1,5 juta untuk dana pengganti pembongkaran rumah, tapi mereka menolak. Kalau sekarang tidak lagi (diberikan ganti rugi), karena warga bukan membongkar sendiri, tapi kami yang membongkarnya,” kata Jaka, kemarin.

Jaka mengakui, setelah eksekusi dilakukan Selasa (25/- 11), ada sekitar 15 warga yang berdomisili di sisi kiri rel kereta api Jalan Timah mendatangi kantor PT KAI untuk mempertanyakan apakah rumah mereka akan dieksekusi juga.

Jaka menyampaikan bahwa rumah ke 15 warga itu juga bakal dieksekusi sehingga menyarankan segera pindah ke lokasi lain. Jaka menjelaskan, dalam UU No 23/2007 tentang Jalan Lintas Kereta Api, sisi kiri dan kanan seluas 12 meter harus dikosongkan.

Hal itu juga sudah termaktub dalam surat perjanjian sewa menyewa di antara warga dan pihak kereta api. “Mereka datang meminta kejelasan saja, dan sudah saya katakan bahwa kawasan itu memang harus dikosongkan,” tandas Jaka.

Lia Anggia Nasution
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3868 seconds (0.1#10.140)