Jokowi Dinilai Lecehkan DPR

Selasa, 25 November 2014 - 10:18 WIB
Jokowi Dinilai Lecehkan DPR
Jokowi Dinilai Lecehkan DPR
A A A
JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh menterinya agar menolak undangan rapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui surat edaran dari Sekretaris Kabinet (Seskab) dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap DPR.

Pandangan demikian disampaikan pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Heri Budianto dan pengamat politik dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra. Mereka pun mengingatkan bahwa langkah tersebut justru memperkeruh kembali suasana politik di DPR yang mulai damai.

”Sama saja pemerintahan Jokowi-JK tidak menghargai DPR. Dengan mengimbau menterinya tidak hadir, itu sama saja melecehkan lembaga negara, yakni DPR,” ujar Heri kepada KORAN SINDO kemarin. Dia menilai manuver pemerintahan Jokowi-JK ini sudah masuk dalam kategori persoalan yang berat dan serius karena tidak sepatutnya lembaga eksekutif mengintervensi lembaga legislatif dengan membuat surat semacam itu.

Dia punmengingatkan bahwa DPR adalah mitra kerja pemerintah yang menjalankan fungsi pengawasan. ”Masa Seskab ngeluarin surat itu, jadi keliru sekali Jokowi ini,” ujar Direktur Eksekutif Polco MM Institutute itu. Heri lantas mempertanyakan alasan dari dikeluarkannya surat tersebut.

Pasalnya, jika pemerintah beralasan karena DPR belum berdamai, tentu hal ini menjadi membingungkan. Sebab, faktanya, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sudah berdamai sejak pekan lalu. ”DPR sudah islah dan mereka sudah bekerja. Alasan apa lagi yang harus diperbaiki?” ujar Heri heran.

Menurut Heri, pemerintah tidak bisa ikut campur mengenai persoalan internal DPR. Dengan sikap pemerintahan Jokowi-JK yang demikian, sama saja mengundang masalah yang mestinya tidak perlu diundang. Tentu hal ini akan membuat DPR yang notabene didominasi KMP semakin kritis dan bersemangat melawan pemerintah. ’’Inilah yang disebut membangunkan singa yang sedang tidur,” terangnya.

Lebih jauh dia mengingatkan manuver Jokowi ini seperti memancing DPR untuk melakukan pemakzulan terhadap dirinya. Apalagi sudah berkali-kali pemerintahan Jokowi-JK ini membuat kebijakan yang berlawanan dengan undang-undang, mulai dari peluncuran tiga kartu sakti hingga penaikan harga BBM bersubsidi di saat harga minyak dunia turun.

”Itu semua tidak pernah dibicarakan dengan DPR dan melanggar UU. Jadi, jangan mancing-mancing DPR untuk lakukan impeachment (pemakzulan) deh,” tambahnya. Heri memahami bahwa manuver ini tidak terlepas dari ketakutan pemerintahan Jokowi- JK terhadap DPR.

Tapi, sebaiknya pemerintahan Jokowi-JK bersikap biasa saja serta menutup peluang yang tidak diinginkan DPR dengan cara pemerintah taat asas dan menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, tidak sepatutnya takut terhadap DPR. “Kalau enggak salah ngapain takut dengan bersikap seperti itu? DPR hanya lembaga negara yang menjalankan fungsi check and balances,” tandasnya.

Iswandi Syahputra menilai surat edaran Seskab atas perintah Jokowi menunjukkan bahwa Jokowi cacat kepemimpinan. Sebab langkah tersebut merupakan wujud pengingkaran terhadap DPR sebagai lembaga tinggi negara yang diakui negara dan sudah diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung (MA). ”DPR punya legitimasi yang sama dengan Jokowi karena sama-sama dipilih langsung oleh rakyat,” kata Iswandi kepada KORAN SINDO kemarin malam.

Dia juga menilai surat Jokowi cacat administratif. Dijelaskan, kalaupun presiden dan menterinya tidak mau hadir ketika diundang DPR, hal itu bisa dilakukan karena itu pun hak. Tapi, dengan membuat surat edaran sama saja memformalkan sesuatu yang bisa diselesaikan secara nonformal.

DenganalasanitulahIswandi menilai saat ini merupakan waktu yang tepat bagi DPR untuk mengajukan hak interpelasi. Kalau dia tidak mau datang, harus diupayakan secara paksa dan jika kesalahan Jokowi terakumulasi, hal tersebut bisa berujung pada pemakzulan dirinya.

”Jadi, sangat memungkinkan jika kejadian di zaman Presiden Gus Dur (dimakzulkan DPR) akan terulang,” tegasnya. Iswandi lebih jauh menyebut Jokowi sangat tidak menunjukkan sikap sebagai negarawan. Di masa baktinya yang baru 40 hari, Jokowi sudah menunjukkan sikap preman yang otoriter, bahkan lebih otoriter dari zaman Soeharto.

Apabila Jokowi terus melakukan kesalahan seperti ini, dampaknya seperti bola salju yang akan terus membesar dan menghancurkan Jokowi sendiri. Sekarang tinggal menunggu momentum saja. ”Ini sangat merisaukan. Jelas petanya terbaca. Bisa bertahan dua tahun saja Jokowi sudah sukses,” jelasnya.

Kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan surat edaran dari Sekretaris Kabinet yang melarang menteri Kabinet Kerja untuk melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal itu menurutnya untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. ”Iya dong (edaran Seskab harus dipatuhi). Nanti kalau kita datang ke sini keliru, datang ke sini keliru, jadi gimana,” ujarnya di Istana Bogor Jawa Barat.

Menurut mantan Wali Kota Solo itu, para menteri bisa datang ke DPR bila permasalahan di lembaga legislatif itu telah selesai. Selain itu, Jokowi juga mempertanyakan undangan DPR yang menurutnya tidak tepat mengingat kerja pemerintah baru berjalan satu bulan.

”Ya (kalau) di sana (DPR) sudah rampung, sudah selesai, baru silakan (mengundang menteri rapat). Lagian baru sebulan kerja dipanggil-panggil, (soal) apa sih,” ujarnya sambil tertawa. Presiden juga mempertanyakan pemanggilan DPR kepada para menteri yang menurutnya belum jelas.

”Dipanggil apanya? Saya mau tanya, apanya yang dipanggil, apanya yang mau (dibahas),” tambahnya. Seperti diberitakan sebelumnya, hubungan DPR-pemerintah kembali memanas karena sejumlah menteri menolak menghadiri undangan rapat dengan beberapa komisi di DPR.

Para menteri yang bersikap demikian antara lain Menteri BUMN Rini Soemarno, Menkumham Yasonna H Laoly. Merespons sikap tersebut, DPR mengancam akan memanggil paksa.

Tak Pahami Sistem Pemerintahan

Kalangan DPR kemarin kembali menyampaikan reaksi keras atas kebijakan Jokowi. Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani misalnya menilai Jokowi tidak memahami sistem pemerintahan Indonesia.

Karena, dalam sistem pemerintahan, tidak hanya dibutuhkan lembaga eksekutif, tapi juga dibutuhkan lembaga legislatif. ”Presiden tidak pahami sistem kedewanan kita,” ujar Muzani kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Muzani mempertanyakan alasan dari surat edaran Seskab karena jika yang dipermasalahkan adalah dualisme di DPR, penyelesaian antara KMP dan KIH sudah berproses.

Dia pun mengingatkan, pelarangan menteri hadiri rapat DPR ini berakibat pada pemerintahan Jokowi-JK sendiri. Konsekuensinya, perubahan APBN yang diajukan tidak akan disetujui DPR karena Banggar DPR tidak bisa membahas ini sehingga rencana program Jokowi juga tidak bisa berjalan.

”Saya mau mengatakan serius, karena jangan-jangan (Presiden) nggak paham ini. Ya saya kira DPR harus menganggap ini secara serius,” tandasnya. Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) Bambang Soesatyo lebih keras menilai, dengan melakukan hal ini, pemerintah berarti sudah main kayu.

Dia mengingatkan langkah tersebut akan membawa konsekuensi, yakni DPR akan meminta Banggar menunda anggaran. ”Itu urusan pemerintah, kita santai-santai aja.Kalau pemerintah tidak mau rapat ya sudah. Kita kerja sesuai dengan aturan yang ada,” kata Bambang di Gedung DPR.

Sekali lagi dia menegaskan bahwa yang membutuhkan DPR itu pemerintah, bukan DPR yang membutuhkan pemerintah. Adapun DPR tetap bekerja dan sebentar lagi akan masuk reses. Kalau program Jokowi tidak jalan, bukan salah DPR yang sudah bekerja. ”DPR mah EGP (emang gue pikirin) aja,” imbuhnya.

Untuk merespons sikap Jokowi, Bambang mengusulkan agar kesepakatan damai antara KMP dan KIH lebih baik dibatalkan saja. Apalagi KIH justru menghambat kerja DPR dengan adanya tiga fraksi yang belum menyerahkan nama alat kelengkapan Dewan (AKD) serta membuat larangan-larangan menteri hadir rapat.

”Orang kita (KMP) kerja kok. KIH di mana? Kerja enggak dia? Seharusnya Banggar juga sudah dibentuk untuk bahas anggaran. Kalau pemerintah pakai dana (tanpa persetujuan DPR) bisa dipidana, perintah undang-undang itu,” tandasnya.

Adapun Fraksi PAN mengasihani manuver yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK ini. Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy menilai pemerintah tidak memahami konstitusi. Padahal, langkah tersebut bisa berujung pada pengajuan hak interpelasi karena pemerintah telah mengintervensi DPR dan surat edaran Seskab sangat tidak beralasan. ”Insya Allah DPR akan minta penjelasan pemerintah,” sebutnya.

Di sisi lain, KIH beralasan para menteri untuk sementara tidak perlu hadir dalam rapatrapat komisi karena proses perdamaian KMP-KIH belum selesai dan belum seluruh fraksi hadir dalam rapat komisi.

”Menteri itu kalau hadir ke DPR kan harus berhadapan dengan semua fraksi supaya semua fraksi mendapat informasi yang sama dari apa yang dijelaskan oleh menteri,” kata Sekjen DPP Partai NasDem Patrice Rio Capella kepada wartawan di Jakarta. Dia menegaskan bahwa ketidakhadiran menteri bukan karena pemerintah tidak mau berdialog dengan DPR, tapi karena antaranggota DPR (KMP dan KIH) tidak sinkron.

Menurut dia, bagaimana pemerintah bisa bekerja kalau DPR masih terbelah. ”Jadi, jangan mencari kambing hitam dalam persoalan ini karena pemerintah kan tidak mau ikut campur urusan di DPR. Kalau hadir rapat misalnya, nanti malah kubu yang sebelah sana (KIH) marah-marah,” jelasnya.

Rio Capella pun memastikan para menteri akan menghadiri undangan setelah UU MD3 selesai direvisi dan semua pasti akan bekerja efektif. Menurutnya, KMP dan KIH sepakat revisi UU MD3 akan selesai dalam dua pekan. ”Jadi surat yang dibuat Seskab bukan tanpa ada kondisi sebelumnya. Ini kan jelas alasannya,” sebut dia.

Hal senada diungkapkan anggota Fraksi PKB Lukman Edy. Menurutnya, ketidakhadiran para menteri atas dasar surat Seskab itu karena menunggu proses damai KMPKIH di DPR. ”Kemarin kan karena nungguislah, tapi kan sudah damai,” ucapnya.

Kiswondari/Rarasati syarief
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6492 seconds (0.1#10.140)