Kecewa, Koalisi Pemerintah Bentuk DPR Tandingan

Kamis, 30 Oktober 2014 - 17:20 WIB
Kecewa, Koalisi Pemerintah Bentuk DPR Tandingan
Kecewa, Koalisi Pemerintah Bentuk DPR Tandingan
A A A
JAKARTA - Koalisi partai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) memecah parlemen dengan membuat pimpinan DPR tandingan.

Langkah kontroversial ini diambil sebagai buntut atas kekecewaan hasil pemilihan Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan. Sejumlah pengamat menilai langkah tersebut bertentangan dengan hukum tata negara dan mengingatkan dampaknya akan berpengaruh langsung jalannya pemerintahan.

Untuk menandingi dominasi Koalisi Merah Putih (KMP), KIH bukan hanya menyampaikan mosi tidak percaya. Kemarin mereka bahkan sudah membentuk formasi pimpinan DPR sendiri yang terdiri atas Pramono Anung sebagai ketua DPR yang didampingi sejumlah wakil ketua DPR, yakni Abdul Kadir Karding (PKB), Saifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (NasDem), dan Dossy Iskandar (Hanura).

"Kami juga akan menyusun pimpinan komisi-komisi serta alat kelengkapan dewan guna menyelaraskan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla," ujar Juru Bicara KIH Arif Wibowo di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut menandaskan, pihaknya mengambil langkah tersebut karena prinsip berdemokrasi telah diabaikan.

"Satu, hak penyampaian pendapat, pimpinan DPR tidak memberi waktu interupsi kalau bukan dari KMP kubu pimpinan. Pelanggaran Tatib Pasal 31 ayat 1 huruf M," kata Arif.

Dia juga menuduh pimpinan DPR dalam memimpin sidang jauh dari norma dan etika yang baik, serta tidak demokratis. Menurut dia, sikap tersebut telah melanggar Pasal 29 ayat 2 tentang sumpah penegakan hak demokratis.

Selain itu, pimpinan DPR juga telah memaksakan penempatan anggota dalam jumlah komposisi keanggotaannya berbeda dari hasil rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi.

"Pimpinan DPR melakukan keberpihakan dalam memimpin sidang kepada kelompok tertentu. Pelanggaran Tatib Pasal 29 ayat 1," jelasnya.

Ketua Fraksi Partai Nasdem Victor Laiskodat mencurigai KMP akan menjatuhkan pemerintahan yang sah jika melihat cara-cara yang mereka tunjukkan dalam merebut kekuasaan. Dia menyebut, parlemen yang saat ini berkuasa memegang kekuasaan seluruh pimpinan di DPR begitu otoriter dan menggunakan politik kotor. Dengan demikian, sangat mungkin kebijakan-kebijakan presiden akan dimentahkan.

"Lima fraksi yang tergabung dalam KMP terkesan menyandera untuk menjatuhkan pemerintahan. Mereka sejak awal diduga punya niat buruk untuk menjegal presiden dalam menjalankan tata negara," sebutnya.

Victor juga menyatakan pimpinan dewan tidak cakap dan tidak etis. Karena itu, pihaknya meminta presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terhadap UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang ada.

Perppu ini guna memilih pemimpin yang layak untuk memimpin dewan ini agar menempatkan kehormatan dewan dalam bekerja sama dengan pemerintah."Dan seluruh komisi yang terbentuk, kami tidak mengakui itu. Mereka punya lima fraksi, kami punya lima fraksi, maka terbelah kan parlemen," tegasnya.

Politikus PKB Maman Imanul Haq menilai KMP tidak pernah menghargai KIH. Padahal, pihaknya datang dengan membawa hak konstitusional, KIH pun bekerja dan tidak ingin menghambat."Tindakan kami di koalisi ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat," tutupnya.

Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto tidak mau berkomentar terhadap langkah KIH. Dia menandaskan, DPR sudah melalui proses yang panjang dan akan bekerja terus menjalankan program-program yang sudah dirumuskan karena komisi-komisi juga sudah terbentuk. "Maka sejak hari ini seluruh komisi yang ada sudah terbentuk langsung bekerja," ujar Bendahara Umum DPP Partai Golkar itu di Gedung DPR.

Menurut Novanto, DPR sudah memberikan kesempatan dalam empat kali paripurna. Sampai saat ini pimpinan masih memberikan kesempatan dan masih juga mencoba mengadakansuatu musyawarah bersama, musyawarah dengan pihak terkait. Sementara di lain pihak, masyarakat sudah menunggu DPR bekerja dengan cepat.

"Jangan sampai tertunda, dan alhamdulillah sekarang sudah selesai, dan semoga berjalan dengan sebaik-baiknya," tandasnya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai langkah KIH telah merusak demokrasi."DPR itu punya fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan terhadap eksekutif. Kalau ini tidak berjalan, bagaimana pemerintah bisa berjalan kalau kinerja DPR dihambat? Ini namanya merusak demokrasi," ujar Fahri kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, kemarin.

Pakar tata negara Margarito Kamis menilai, secara hukum tata negara, langkah yang diambil KIH tidak bisa dilakukan. Secara berkelakar, jika ada pimpinan DPR tandingan maka dapat dibuat presiden tandingan."Tidak bisa DPR itu ada pimpinan tandingan. Kan harus diatur UU. UU MD3 kan telah mengatur secara jelas terkait semua tindakan DPR," ujarnya.

Dia pun mengingatkan, langkah tersebut akan berpengaruh langsung ke pemerintahan. Ujungnya, komitmen Presiden Jokowi untuk kerja, kerja, dan kerja tidak akan terwujud karena akan terkendala komunikasi politik dengan DPR, termasuk mendapatkan dukungan anggaran." Kalau DPR kisruh, bagaimana pemerintah kerja. Lalu, bagaimana pemerintah memenuhi keinginan rakyat," tuturnya.

Dinilai Ilegal

Pengamat politik dari UniversitasPadjadjaran(Unpad) Bandung Idil Akbar menilai pimpinan DPR dan AKD dari KIH sudah pasti ilegal, karena tidak ada satu pun dalam konstitusi yang mengatur pimpinan tandingan di luar pimpinan DPR yang jelas sah menurut UU MD3. "Wah, jangan bicara soal legalitas, sudah pasti itu nggak legal," kata Idil.

Menurut Idil, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka hanya akan menghancurkan tatanan konstitusi, membuat pimpinan DPR tandingan hanya akan membuat rakyat bingung. Dia pun menyayangkan sikap KIH yang melakukan langkah ilegal demi berkuasa."Kalau mau protes, protes saja berdasarkan UU yang ada. Enggak usah yang enggak-enggak lah," tegasnya.

Idil menyarankan agar KIH membangun lobi yang baik dan fight untuk mendapatkan idealismenya. Berjuang secara konstruktif dan sesuai dengan koridor hukumnya di parlemen. Selebihnya, biar rakyat yang menilai. Inilah demokrasi, ketika musyawarah mufakat tidak tercapai, tentu mekanisme selanjutnya adalah suara terbanyak."Dan saat ini realitas politik di parlemen suara terbanyak dimiliki oleh parpol KMP," imbuhnya.

Peneliti LIPI Siti Zuhro juga mengingatkan dualisme kepemimpinan di lembaga parlemen akan menghambat kinerja pemerintah nantinya. "Ini akan ganggu pemerintah. Masa ada dua versi. Kepada siapa pemerintah akan bekerja sama kalau dipanggil ke DPR. Masa duaduanya memanggil. Secara hukum sudah tidak benar," ujarnya kemarin.

Mantan politikus DPR Hajriyanto Y Thohari mengungkapkan keprihatinannya atas munculnya parlemen tandingan, yang menurutnya pertama kali terjadi dalam sejarah republik. Dalam pandangannya, parpol-parpol saat ini tidak sungguh-sungguh menghormati institusi DPR, karena menjadi lembaga tersebut sebagai ajang perkelahian politik yang jauh dari asas kepatutan dan kepantasan.

Sapu Bersih

KMP menyapu bersih posisi pimpinan komisi di DPR. Dalam sidang yang dipimpin secara bergantian oleh pimpinan DPR, KMP menempati semua posisi pimpinan komisi karena hanya ada satu paket yang diajukan dalam pemilihan.

Berturut-turut, Komisi I DPR dipimpin Mahfuz Siddiq (PKS), Komisi II (Rambe Kamarul Zaman/Golkar), Komisi III (Azis Syamsuddin/Golkar), Komisi IV (Edhy Prabowo/Gerindra), Komisi VI (Achmad Hafisz Tohir/PAN), Komisi VII (Kardhaya Warnika/Gerindra), Komisi VIII (Saleh Partaonan Daulay/PAN), Komisi IX ( Dede Yusuf Macan Effendi/Demokrat), Komisi X (Teuku Riefky Harsya/Demokrat).

Untuk Komisi V dan Komisi XI, pemilihan pimpinan ditunda karena alasan yang berbeda. Untuk KomisiV, Agus Hermanto menjelaskan pemilihan ditunda lantaran peserta yang hadir belum kuorum. Sementara Komisi XI, menurut Taufik Kurniawan, dalam rapat internal tadi masih ada beberapa fraksi yang belum siap dan ada juga yang ingin mengubah daftar anggota.

"Ini lebih ke masalah teknis, tidak ada politis," tegas dia. Proses pemilihan pimpinan berlangsung dengan lancar tanpa adanya hambatan dan perdebatan yang berarti. Pasalnya, paket pimpinan yang diajukan di tiap komisi pun hanya satu, yakni dari KMP. Hanya, proses pengumpulan anggota hingga kuorum yang membutuhkan waktu sehingga pemilihan molor dari jadwal yang semestinya.

Terkait dengan ketiadaan lima anggota fraksi dari KIH, yakni PDIP, NasDem, Hanura, PKB, dan PPP, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan bahwa pemilihan pimpinan komisi tetap sah meskipun tidak dihadiri oleh anggota dewan dari koalisi pendukung pemerintah itu.

"Yang bisa jadi anggota komisi dan alat kelengkapan dewan hanyalah mereka yang ditetapkan di paripurna. Berapa pun keanggotaan yang disahkan diparipurna, itulahyangkuorum," kata Fahri.

Kiswondari/Dita angga/ant/okezone.com
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4601 seconds (0.1#10.140)