Skema Subsidi BBM Bertingkat Malaysia Dikritisi

Kamis, 30 Oktober 2014 - 16:18 WIB
Skema Subsidi BBM Bertingkat Malaysia Dikritisi
Skema Subsidi BBM Bertingkat Malaysia Dikritisi
A A A
KUALA LUMPUR - Rencana pemerintah Malaysia menerapkan mekanisme subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertingkat dikritisi banyak pihak.

Mekanisme tersebut dinilai tidak efektif mengurangi beban subsidi serta sulit untuk dilaksanakan di lapangan. Setahun terakhir Pemerintah Malaysia tercatat telah dua kali memangkas subsidi BBM untuk memperbaiki defisit anggarannya. Langkah itu menuai protes masyarakat Malaysia yang merasa biaya hidup semakin berat. Selama bertahun-tahun Negeri Jiran itu membentengi masyarakat dari kenaikan harga minyak dunia dengan menyalurkan subsidi BBM sekitar 24 miliar ringgit (sekitar USD7,34 miliar) per tahun.

Namun, seiring kenaikan harga minyak dunia langkah itu menyebabkan defisit anggaran pemerintah. Untuk memperbaiki itu, Pemerintah Malaysia memangkas subsidi pada September 2013 dan sekali lagi pada bulan ini. Langkah itu menaikkan harga bensin dan solar dan menyulut debat publik terkait inflasi dan biaya hidup. Isu tersebut menjadi semakin panas setelah Pemerintah Malaysia berencana menerapkan pajak barang dan jasa sebesar 6% April tahun depan.

Sementara para ekonom menyebutkan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk melepas subsidi seiring turunnya harga minyak dunia. Namun, alih-alih menerapkan harga BBM yang lebih berorientasi pasar, Pemerintah Malaysia malah mengusulkan mekanisme subsidi bertingkat. Menteri Keuangan Kedua Malaysia Ahmad Husni Hanadzlah mengatakan, pemerintah berpikir untuk mengimplementasikan mekanisme subsidi BBM tiga lapis tahun depan.

Ada masyarakat yang akan disubsidi penuh dan ada yang sama sekali tidak disubsidi, bergantung pada pendapatan bulanan. Namun, langkah itu dikritik hanya sebagai akalakalan pemerintah untuk tetap menyubsidi sebagian besar masyarakat demi keuntungan politis.

"Ide besarnya adalah pemerintah menargetkan mereka yang berpendapatan rendah. Namun, subsidi juga bisa dinilai sebagai program hadiah," tutur James Chin, profesor ilmu politik di Monash University, Malaysia, seperti dikutip Reuters . Berdasarkan mekanisme tersebut, individu dengan pendapatan kurang dari 5.000 ringgit per bulan akan memperoleh subsidi penuh.

Lalu, masyarakat dengan pendapatan 5.000- 10.000 ringgit per bulan akan menerima sebagian subsidi, sementara mereka yang penghasilannya di atas kisaran tersebut sama sekali tak menerima subsidi. Sementara itu, rata-rata gaji bulanan untuk 9,3 juta pekerja Malaysia tahun lalu tercatat sebesar 1.500 ringgit. Itu mengindikasikan bahwa setidaknya separuh dari populasi negara itu akan tetap menerima subsidi penuh."Itu menunjukkan bahwa skema ini sama sekali tidak akan mengurangi beban subsidi BBM," kata Ekonom Bank of America Corp Chua Hak Bin.

"Selain itu, banyak kemungkinan terjadi penyelewengan," ujarnya. Chua menegaskan, kenaikan harga BBM secara langsung akan jauh lebih efektif. Sebagian dari penghematan yang didapat bisa disalurkan kembali kepada masyarakat miskin. Menteri Kepala Negara Bagian Penang Lim Guan Eng berpendapat sama. Skema subsidi tersebut dinilainya butuh banyak pekerjaan, terutama soal keamanan data konsumen. Intinya, kata dia, skema itu sulit diimplementasikan.

M faizal
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4696 seconds (0.1#10.140)