Hijrah demi Kesuksesan

Sabtu, 25 Oktober 2014 - 20:00 WIB
Hijrah demi Kesuksesan
Hijrah demi Kesuksesan
A A A
ILHAM KADIR
Peserta Kaderisasi Seribu Ulama, Baznas-DDII, Kandidat Doktor Pascasarjana UIKA Bogor

Sejarah mencatat, orangorang yang berhasil dalam hidupnya adalah mereka yang pernah melakukan perjalanan dengan meninggalkan tempat tinggal atau kampung halaman, bahkan negaranya, untuk berhijrah demi meraih kesuksesan.

Bahkan manusia pertama, Nabi Adam dikisahkan, sewaktu dibuang dari surga setelah terjadinya pristiwa "pohoh khuldi", ia terdampar di India lalu berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya, hingga bertemu kembali dengan pasangannya, Hawa di Padang Arafah. Andai saja, Adam AS tidak beranjak dari tempat di mana ia dilempar, nihil akan ketemu istrinya, dan jika itu terjadi, sejarah perkembangan umat manusia akan lain kisahnya.

Bapak Para Nabi, atau Ibrahim AS, adalah rasul yang kisahnya diliputi dengan hijrah dari Palestina ke Mekkah, perjalanan yang melelahkan karena saat itu belum ada teknologi transportasi sebagaimana sekarang ini. Normalnya, perjalanan dengan kafilah unta paling cepat memakan waktu sebulan lebih (40 hari). Ibrahim dan istrinya Hajar, serta anak balitanya Ismail, bersama-sama mengarungi panasnya terik matahari di gurun pasir, serta dinginnya malam demi sebuah hijrah yang berlandaskan wahyu ilahi.

Nabi Musa, yang akrab dengan kisah-kisah petualangannya dalam kitab samawi, seperti Taurat, Injil, dan Alquran menarik untuk diangkat kisahnya. Betapa tidak, sejak awal kelahirannya ia sudah menjadi seorang muhajir dengan arti meninggalkan ibunya dengan cara dimasukkan dalam keranjang lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Bundanya berharap agar ia selamat dari genosida massal bayi yang sedang dilakukan Raja Firaun dengan bala tentaranya.

Nabi Isa juga demikian, semenjak dalam kandungan, ibunya sudah berhijrah meninggalkan kaumnya yang mencemooh karena dianggap mengandung anak zina. Maka ceritakanlah kisah Maryam di dalam Alquran, ketika ia menjauhkan diri dari kelurganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka Maryam mengandung (Isa) lalu menyisihkan diri dengan kandungannya ke suatu tempat, (QS Maryam: 16 & 22). Maryam akhirnya berhasil melahirkan Nabi Isa dengan selamat berkat hijrahnya meninggalkan kaumnya yang berusaha mengintimidasi dan terus mengganggunya.

Nabi Muhammad, sebagai rasul pamungkas, perjalanan hidup dan perjuangannya sangat kental dengan nuansa hijrah dari satu tempat ke tempat lainnya. Kaumnya, khususnya bangsa Qurasy tidak bisa menerima ajaran dan ideologi yang dibawa sang nabi. Walau pada hakikatnya, jati diri Rasulullah yang terkenalsebagai al-amin ataupenuh amanah, jujur, ramah, dan sangat dermawan dicintai oleh kaumnya. Tapi ajarannya yang monoteistik itu tidak bersahabat dengan kaum Quraisy yang memiliki dewa untuk disembah di sekitar Kakbah dengan jumlah lebih dari 300 patung.

Selain itu, Nabi juga dianggap akan merusak tatanan ekonomi kapitalis para pemuka Quraisy. Adanya Kakbahsebagaipusatziarah dan ibadah otomatis mengundang turis untuk datang, menginap, bersenang-senang, dan belanja aneka ragam keperluan dan suvenir. Ajaran Nabi yang monoteistik itu akan mengancam ekonomi yang bersumber dari pariwisata. Karena itu, Nabi Muhammad, ajaran, dan pengikutnya harus ditumpas.

Melihat situasi itu, Nabi menginstruksikan para pengikutnya untuk hijrah, pertama ke Habasyah (Afrika), selanjutnya ia sendiri hijrah ke Tha’if, dan hijrah yang paling dikenang adalah eksodus besar-besaran umat Islam dari Mekkah ke Yatsrib atau Madinah.

Berkat hijrah, ajaran Rasulullah terus berlanjut, diterima oleh masyarakat, baik mereka yang berhijrah dari Mekkah dengan julukan Muhajirin, maupun yang menyambut para pendatang dengan sebutan "Anshar" atau para penolong. Di Madinah, Nabi menata kehidupan umat dan masyarakat luas, di sana ia diangkat sebagai kepala negara dan memimpin selama dua belas tahun lebih serta sanggup melakukan perubahan yang terdahsyat dalam sejarah umat manusia.

Sejarah juga mencatat, salah seorang sahabat Nabi yang fenomenal, Salman al-Farisi, hidupnya penuh dengan lika-liku dan petualangan. Ia berasal dari keluarga bangsawan, ayahnya adalah salah satu penguasa di Kerajaan Persia dan Salman adalah putra mahkota. Ia bahkan bisa bersenang-senang sambil dikelilingi pelayan-pelayan cantik. Anehnya, semua itu ia tinggalkan, berhijrahdari satunegara ke negara lainnya, demi mencari sebuah kebenaran. Perjalanannya melintasi satu kota ke kota lainnya memakan waktu bertahuntahun, hingga akhirnya dia terdampar di Madinah sebagai seorang budak. Namun justru di situlah ia menemukan kepuasan setelah bertemu dengan Rasulullah: ia masuk Islam, lalu dibebaskan sebagai budak lewat bantuan Nabi dan para sahabat. Kelak, ia tercatat sebagai sahabat yang cerdas dan menjadi arsitek Perang Parit (Handaq ) yang dimenangi kaum muslimin.

Dalam hijrah terkandung banyak manfaat. Ia adalah amalan para nabi dan orang-orang saleh umat ini. Banyak ayat yang menyeru umat Islam untuk melakukan hijrah, agar kiranya dapat membuka tabir rahasia ilahi, serta belajar banyak dari ayat-ayat kauniah yang berbentuk alam, bahkan orang yang hijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya sebelum sampai tujuan, sesungguhnya telah tetap pahalanya di sisi Allah, (QS An-Nisa’: 100).

Para pendiri bangsa ini adalah muhajir ulung, lihatlah Bung Hatta rela meninggalkan kampung halamannya di Sumatera Barat demi meraih cita-citanya, menuntut ilmu hingga ke Belanda, dan kembali menjadi penggerak bangsa. Demikian pula Soekarno, ia tinggalkan Surabaya untuk selanjutnya tinggal dan belajar di ITB Bandung. Kelak, ia menjadi pemimpin bangsa yang dikenang selamanya. Bersama Bung Hatta, Soekarno memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia.

Ada pula M. Nasir, perdana menteri pertama RI. Ia juga berasal dari Sumatera Barat, melanglang buana di Jawa, pikiran- pikirannya, hingga kini tetap aktual, terutama konsep negara dan agama. Bahkan lembaga dakwah yang ia dirikan, seperti Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) dan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) masih eksis sampai sekarang, maka amal jariahnya pun terus mengalir.

Terlalu banyak contoh tentang keutamaan hijrah. Yang jelas esensi hijrah adalah perubahan, kemajuan, bahkan kesuksesan dunia akhirat. Para pemuda yang ingin maju dan berkembang, mereka harus berhijrah, meninggalkan keluarga, hidup mandiri, dan belajar mengentaskan masalah sendiri.

Mereka yang hanya tinggal di bawa ketiak orang tuanya akan susah berkembang dan lambat dewasa. Momen sumpah pemuda yang akan jatuh pada tanggal 28 Oktober, dan Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1436, yang jatuh pada 25 Oktober, seakan mengajak para pemuda untuk bangkit dari hurahura, menuju perjuangan agar menjadi pemuda tangguh, berilmu, dan beradab.

Meninggalkan kehidupan yang sia-sia seperti dugem, narkoba, seks bebas, premanisme, kriminalitas, menuju kesalehan individu dan sosial. Jika demikian halnya, pemuda Indonesia sudah siap menjadi generasi pembaru, memimpin bangsa penuh hikmat, berkeadilan sosial dan beradab. Korupsi tinggal menjadi kenangan, kesejahteraan menjadi milik seluruh bangsa Indonesia, bukan golongan tertentu sebagaimana yang terjadi saat ini.

Untuk para pemuda, ada nasihat dari Imam Syafi’i. Katanya, berhijrahlah, engkau akan mendapatkan ganti apa saja yang engkau tinggalkan. Berlehalehalah, karena manisnya hidup ada dalam perjalanan. Aku melihat air menjadi rusak karena dia tergenang. Jika mengalir akan jernih, jika diam akan keruh. Singa, tanpa meninggalkan hutan, tidak akan dapat mangsa dan anak panah, jika tidak dilepas oleh busurnya, tidak akan mendapat sasaran. Selamat Tahun Baru 1436 Hijriah!
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6033 seconds (0.1#10.140)