Akademisi: Institusi FTZ Perlu Terintegrasi

Rabu, 22 Oktober 2014 - 02:48 WIB
Akademisi: Institusi FTZ Perlu Terintegrasi
Akademisi: Institusi FTZ Perlu Terintegrasi
A A A
BATAM - Selama ini kebijakan yang diambil berbagai institusi pemerintah membuat pemberian insentif fiskal di free trade zone (FTZ) terlihat kurang leluasa. Semangat perdagangan bebas di Batam-Bintan-Karimun yang digagas sejak 2009 perlu dipertegas oleh Presiden Jokowi dengan penataan kelembagaan yang terintegrasi.

Ketua Pusat Kajian Kawasan Politeknik Negeri Batam Bambang Hendrawan memandang penataan kelembagaan FTZ perlu menjadi salah satu agenda yang diperhatikan Presiden Jokowi selain penataan sejumlah kebijakan dan iklim bisnis. Selama ini penataannya masih sangat parsial dan minim implementasi.

Selain itu juga perlu dilakukan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah terkait pembangunan infrastruktur dan implementasi fasilitas FTZ secara profesional, menyeluruh dan terintegrasi, termasuk pemanfaatan Rempang Galang sebagai tujuan kawasan investasi.

"Masalahnya banyak pengambilan kebijakan dan regulasi yang melibatkan instansi vertikal maupun daerah. Itu harus ditata," kata dia, Selasa (21/10/2014).

Selain itu, selama ini juga belum ada penataan regulasi yang mengatur realisasi fasilitas FTZ baik fiskal maupun nonfiskal.

Adapun beberapa strategi yang harus didalami Presiden yakni pengembangan infrastruktur utama seperti pelabuhan dan bandara sebagai gerbang transhipment juga jalan raya.

Kemudian peningkatan kuantitas dan kualitas SDM melalui kegiatan sertifikasi kompetensi berbasis kebutuhan industri, terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Ada empat bidang utama yang harus menjadi perhatian utama Jokowi-JK yakni bidang hukum, bidang infrastuktur, bidang pendidikan dan bidang ketenagakerjaan," katanya.

Bambang juga menyebutkan, sebagai alternatif solusi mengatasi masalah di FTZ bisa dimulai dengan penyelesaian aspek legal atau dasar hukum terkait kelembagaan, infrastruktur dan fasilitas FTZ fiskal/nonfiskal melalui tim task force sehingga dapat
segera memberikan landasan hukum yang kuat dan jaminan berusaha bagi pengelola dan investor.

Sementara itu, pengamat ekonomi dan FTZ BBK Suyono Saputra mengatakan Presiden Jokowo-JK perlu memprioritaskan FTZ BBK dalam program 100 harinya agar tidak kehilangan momentum MEA 2015.

"Kami harap FTZ BBK menjadi prioritas program 100 hari pertama. Jika tidak, momentum bagi FTZ Batam akan hilang karena 2015 sudah di depan mata," ujarnya.

Presiden baru, lanjutnya, bisa mengambil alih tanggung jawab pengembangan kawasan FTZ Batam. Presiden, melalui wakil presiden harus mengetahui setiap kebijakan dan pengambilan keputusan di kawasan FTZ.

Menurut dia, langkah itu harus segera diambil, mengingat peta persaingan destinasi investasi di ASEAN semakin ketat, terutama dari Malaysia dan Vietnam sehingga FTZ tidak cukup menjadi tanggung jawab gubernur.

Selain itu, dalam dua bulan pertama, presiden melalui menteri koordinator perekonomian yang baru ditunjuk agar mengevaluasi kinerja Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Badan Pengusahaan serta menyusun strategi pengembangan jangka pendek, menengah, dan panjang.

"Efektivitas DK sebagai regulator harus diperkuat, dan BP sebagai eksekutor harus dioptimalkan. Presiden harus memastikan para personel yang menjadi pengelola FTZ benar-benar berkompeten," kata dia.

Presiden, melalui Menko Perekonomian juga harus memulai menyusun re-orientasi strategi masa depan FTZ Batam sebagai nilai tambahan zona, dengan mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan, inkubasi teknologi, dan laboratorium riset, agar Batam jd pusat pengembangan teknologi terapan di Indonesia.

Dan yang paling penting, kata Suyono melanjutkan, Presiden melalui Menko menyusun peta masalah hubungan industrial di kawasan FTZ Batam. DK, BP, dan Pemkot harus menjadi mediator bagi forum bi-partit.

"Pengelola kawasan harus menjamin kenyamanan investor terutama dalam hubungan industrial," kata dia
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5180 seconds (0.1#10.140)