Pasang Surut Hubungan Indonesia-Australia

Kamis, 31 Juli 2014 - 18:21 WIB
Pasang Surut Hubungan Indonesia-Australia
Pasang Surut Hubungan Indonesia-Australia
A A A
Sebagai negara tetangga, ketegangan antara Indonesia dan Australia kerap terjadi. Belum lama, terkait laporan dugaan penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dugaan penyadapan ini sempat membuat hubungan Indonesia dengan negeri Kangguru tersebut merenggang. Hatta Rajasa menyatakan, penyadapan pada 2009 tersebut mencederai hubungan persahabatan kedua negara.

Apalagi Hatta, yang pada 2009 masih menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengaku, posisinya saat itu cukup strategis dan berada dalam pusat pemerintahan.

"Penyadapan ini sangat mencederai hubungan persahabatan kita," ujar Hatta di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa 19 November 2013.

Politikus Partai Buruh Australia Michael Danby mengungkapkan, hubungan Australia dengan Indonesia telah rusak. ”Kami telah bekerja sangat keras selama tsunami dan krisis keuangan Asia untuk menjaga hubungan baik dengan mereka,” kata Danby, Selasa 19 November.

Mantan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr, dengan tegas minta Perdana Menteri Australia Tony Abbot meminta maaf kepada Indonesia. Menurutnya, pertikaian diplomatik antara Australia dan Indonesia sebagai “bencana”.

”Pemerintah Abbott harus meminta maaf segera. Indonesia merasa ia sedang diperlakukan terhina oleh Australia,” ujar Carr, seperti dikutip media Australia, Sydney Morning Herald.

Setelah dugaan penyadapan mereda, kini muncul informasi yang dikeluarkan situs antikerahasiaan WikiLeaks, tentang perintah pencegahan pemerintah Australia untuk mempublikasi kasus dugaan korupsi para tokoh dan pemimpin Asia.

Presiden SBY dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ikut disebut dalam rilis tersebut. Atas informasi ini, Presiden SBY meminta Pemerintah Australia untuk mengklarifikasinya.

"Saya minta Australia segera mengeluarkan statement yang terang agar nama baik Ibu Mega dan saya sendiri tidak dicemarkan, agar tidak ada kecurigaan terhadap pejabat Indonesia lainnya, dan itu penting. Kita ingin dengar langsung dari Australia," ujar Presiden SBY saat jumpa pers di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/7/2014).

SBY mengaku, mengikuti penegakan hukum di Australia soal dugaan korupsi proyek pencetakan uang kertas yang melibatkan dua perusahaan di sana. (Baca: SBY Klarifikasi Berita WikiLeaks dan Sindonews)

"Menteri Luar Negeri telah melaporkan ke saya setelah berkomunikasi dengan duta besar kita. Di Canberra maupun duta besar Australia yang ada di Indonesia," katanya.

Sebelumnya, nama Presiden SBY, mantan presiden Megawati Soekarnoputri dan mantan menteri Laksamana Sukardi masuk dalam daftar nama tokoh Asia yang disebut dalam dokumen WikiLeaks. (Baca: SBY Minta Australia Luruskan Info WikiLeaks)

Australia tidak hanya tersudut oleh desakan SBY. Para aktivis dan kelompok media di Australia yang kaget dengan surat perintah itu juga mendesak pemerintah Australia mengklarifikasi.

Wartawan Australia yang berbasis di Prancis, Benjamin Ismail, mengatakan tindakan pemerintah Australia itu tidak bisa diterima. ”Dan tidak dapat membenarkan sensor lengkap seperti yang berlaku untuk semua berita dan penyedia informasi, termasuk pada wartawan dan warga biasa,” ungkapnya.

”Kami mendesak pihak berwenang (Australia) untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan nasional dan untuk mengembalikan transparansi dalam kasus ini,” lanjut dia, seperti diberitakan AFP.

Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, juga mengecam kebijakan pemerintah Australia itu. ”Ini bukan hanya masalah pemerintah Australia yang gagal untuk memberikan informasi soal kasus korupsi internasional,” kata Assange yang kini bersembunyi di Kedutaan Ekuador yang berbasis di London, Inggris.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3813 seconds (0.1#10.140)