Ojo Dumeh

Rabu, 23 Juli 2014 - 16:14 WIB
Ojo Dumeh
Ojo Dumeh
A A A
UNGKAPAN ojo dumeh sering kita baca atau dengar. Ungkapan yang sering kita baca di status media sosial atau bahkan di kendaraan umum.

Bagi masyarakat Jawa, ungkapan itu sudah sangat familier. Adapun bagi sebagian besar masyarakat yang tak paham dengan bahasa Jawa mungkin akan bertanya-tanya apa maksud dari ungkapan tersebut.

Arti dari ungkapan itu adalah jangan sombong atau jangan mentang-mentang atau dalam bahasa lisan jangan sok. Jika dikupas lebih jauh, pesan dari ungkapan ini bisa dimaknai agar semua orang tetap rendah hati dalam kondisi apa pun.

Nah, dalam konteks saat ini, ungkapan tersebut sangat tepat diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih, yaitu Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Bahwa keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada akhirnya menetapkan mereka sebagai presiden dan wakil presiden atau banyak pihak mengatakan sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, ojo dumeh perlu mereka kedepankan.

Jangan mentang-mentang menang atau jangan sok sebagai pemenang, lantas bersikap jumawa. Atau bersikap di hadapan masyarakat seolah rendah hati, tetapi di belakang justru bersikap jumawa. Rasa ojo dumeh harus benar-benar merasuk ke dalam hati nurani pasangan yang terpilih.

Sang pemenang tetap harus menghormati pasangan yang dikalahkan. Sang pemenang juga harus menghormati penyelenggara atau KPU. Sang pemenang harus menghormati pemerintah. Sang pemenang harus menghormati masyarakat yang dulu tidak mendukung mereka.

Prinsip dari kemenangan adalah karena ada kekalahan. Artinya, jika ada pemenang pasti ada pihak yang kalah. Jika tidak ada pihak yang kalah tentu tidak akan lahir sang pemenang. Jadi sangat wajar jika sang pemenang bersikap ojo dumeh dan harus menghormati setinggi mungkin pihak yang kalah. Keputusan ini adalah amanah rakyat.

Jadi jika amanah rakyat ini dibawa dengan gaya dumeh, yang terjadi adalah pemimpin yang tidak amanah. Gaya dumeh justru akan menghancurkan sendi-sendi demokrasi yang sudah dibangun dengan cara damai dan bijak. Sikap ojo dumeh adalah sikap mendengar suara rakyat.

Sikap ojo dumeh adalah sikap mengedepankan kepentingan rakyat, bukan mengedepankan kepentingan partai politik (parpol) pengusung, kepentingan kelompok pengusung, kepentingan relawan pendukung, atau kepentingan orang-orang yang secara personal memberikan dukungan.

Jadi harus benar-benar murni untuk kepentingan rakyat. Lebih jauh jiwa dari ojo dumeh adalah tidak mengingkari janjijanji sang pemenang selama kampanye. Janji-janji yang dulu diucapkan manis harus juga direalisasi dengan manis.

Jika janji-janji manis itu direalisasi, tetapi rakyat justru mencecap rasa pahit, caracara itu jauh dari jiwa ojo dumeh. Ini pantas diingatkan karena banyak pemimpin yang awalnya memberikan janji-janji manis, tetapi saat memimpin justru memberikan rasa pahit kepada masyarakat.

Masyarakat, anggota Dewan, lembaga-lembaga swadaya, dan media wajib mengontrol ini agar sang pemenang tidak jatuh pada sikap dumeh. Jiwa ojo dumeh pada pemimpin adalah pemimpin yang melayani, bukan pemimpin yang dilayani. Ojo dumeh juga mengandung sikap pemimpin transformasional, bukan pemimpin yang transaksional.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar, bukan pemimpin yang mau didengarkan. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik tanpa melakukan jual beli kepentingan dalam bekerja.

Rakyat akan melihat dan akan menjadi saksi. Rakyat yang meninggikan pemimpinnya, tetapi rakyat yang juga akan merendahkan pemimpin. Selanjutnya, selamat kepada Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang ditetapkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2014. Rakyat akan mengawasi kalian. Jika dalam memimpin ada sifat-sifat dan caracara dumeh, rakyat akan bersikap.

Karena negeri ini tidak sudi dipimpin oleh pemimpin yang dumeh, pemimpin yang mentang-mentang atau sombong. Rakyat ini menginginkan pimpinan yang ojo dumeh.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5140 seconds (0.1#10.140)