Ical Tak Perlu Pecat Kader Golkar yang Mbalelo

Sabtu, 24 Mei 2014 - 06:45 WIB
Ical Tak Perlu Pecat Kader Golkar yang Mbalelo
Ical Tak Perlu Pecat Kader Golkar yang Mbalelo
A A A
JAKARTA - Ancaman Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie akan memberikan sanksi pencopotan jabatan struktural kepada kader yang tak mengikuti arahan partai soal dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden, dinilai bukan pendekatan yang efektif.

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Muradi mengatakan, tidak seharusnya ketua umum memberikan sanksi seperti itu. Karena ini hanya dinamika internal saja.

Sanksi seperti itu justru akan membuat kader Partai Golkar antipati. Karena harus diingat, suara dari bawah tidak dapat didikte oleh pengurus pusat. Mengingat pertarungan yang akan terjadi dalam kontestasi pilpres 2014 adalah pertarungan figur capres-cawapres.

"Meskipun DPP Golkar memberikan dukungan ke kubu Prabowo-Hatta, pendapat yang di bawah belum tentu bisa disetir. Ini terkait pilihan figur," ujar Muradi saat dihubungi Sindonews, Jumat 23 Mei 2014 kemarin.

Muradi mengingatkan, kultur Partai Golkar bukan berada pada pihak oposisi. Kesan yang khas dan menempel pada partai berlambang pohon beringin tersebut adalah partai yang selalu bermain di dua kaki. Muradi yakin, jika capres yang secara resmi didukungnya kalah dalam pilpres Juli mendatang, partai pimpinan konglomerat media Aburizal Bakrie (Ical) tersebut siap memalingkan dukungan kepada kubu pemenang.

Ia mencontohkan kasus serupa yang terjadi pada Pemilu 2004 silam. Saat itu Rapimnas Golkar memandatkan untuk mengusung pasangan dari internal partai Wiranto-Solahudin Wahid. Sementara sebagian kader mendukung pasangan SBY-Jusuf Kalla (JK).

Kader-kader yang ketika itu mendukung SBY-JK dikenai sanksi pemecatan. Namun, ketika pasangan SBY-JK memenangi pilpres 2004, status keanggotaan kader-kader partai yang telah dipecat tersebut dipulihkan kembali. Bahkan, melalui Munas Partai Golakar di Bali pada Desember 2004, Jusuf Kalla yang sebelumnya dinilai melenceng dari kebijakan partai ditetapkan sebagai ketua umum menggantikan Akbar Tandjung.

"Inilah yang saya sebut bermain di dua kaki. Secara etika itu tidak benar. Namun, praktik tersebut menjadi hal wajar dalam iklim politik kita. Dan bukan hanya Partai Golkar saja yang melakukannya," pungkas Muradi.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5431 seconds (0.1#10.140)