Konflik sosial muncul karena kearifan lokal terkikis

Rabu, 02 April 2014 - 10:10 WIB
Konflik sosial muncul karena kearifan lokal terkikis
Konflik sosial muncul karena kearifan lokal terkikis
A A A
Sindonews.com - Pola hubungan masyarakat membawa perubahan sosial. Di mana globalisasi menggerus nilai kearifan lokal, sehingga diperlukan upaya yang serius untuk mengatasinya. Terbukti, berbagai konflik sosial yang terjadi di di Indoensia sebagian besar disebabkan memudarnya nilai kearifan lokal dalam tiga pilar utama.

Hal itu dikatakan Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri. Menurutnya, tiga pilar utama tersebut adalah, saling percaya antarwarga, komunikasi, serta kohesivitas sosial.

“Untuk menjaga keserasian sosial dan mencegah konflik di masyarakat, tiga pilar utama harus dipupuk, ditumbuhkan serta diperkuat,” kata Salim Segaf, lewat rilisnya kepada Sindonews, Rabu (2/4/2014).

Tiga pilar utama merupakan ajaran luhur bangsa warisan dari para orangtua terdahulu. Dalam perkembangan selanjutnya, menjadi tatanan nilai dan falsafah moral bangsa yang luhur.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, di setiap daerah memiliki falsafah dan nilai kearifan lokal. Misalnya, di Maluku ada pela gandong, di Sumbawa ada sabalong samalewa, di Jawa Barat ada silih asuh, silih asah dan silih asih, serta di Poso ada sintuwu maroso.

“Tentu saja, tiga pilar itu tidak muncul begitu saja. Melainkan melalui rentang sejarah panjang yang berakar dari tatanan nilai dan falsafah lokal masyarakat,” ujarnya.

Falsafah dan nilai-nilai kearifan lokal harus dijaga sebagai perekat integrasi sosial antarwarga negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berdasarkan data Kemensos, bahwa dari berbagai upaya pemulihan sosial pasca konflik, dibutuhkan struktur masyarakat yang harus dibarengi perubahan pengelolaannya. Misalnya, dalam kasus pemekaran wilayah, di satu sisi bisa menyejahterakan dan di saat bersamaan bisa menjadi pemicu konflik.

“Konflik horisontal terjadi disebabkan warga tidak merubah cara mengelola hidupnya. Kecemburuan sosial sering dianggap kambing hitam dalam penyulut konflik,” tandasnya.

Rasa kesetiakawanan sosial adalah peduli dan berbagi. Menjadi kunci penting menyelesaikan berbagai permasalahan sosial, tidak terkecuali di Sulawesi Tengah.

Oleh karena itu, setiap warga harus memiliki interaksi dan akses dalam pengembangan ekonomi dan desa atau kelurahan juga mendapat bantuan keserasian sosial untuk upaya memperkuat rasa saling percaya, komunikasi santun antarwarga serta kohesivitas sosial. “Kesejahteraan terukur dalam tiga hal, yaitu tercukupi sandang, pangan, serta adanya rasa aman," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4234 seconds (0.1#10.140)